Salah satu ciri khas kepribadian masyarakat Indonesia dalam berpartisipasi pembangunan di bidang sosial maupun ekonomi melalui kerjasama bersifat kekeluargaan yang itu kita sebut dengan gotong royong.
Untuk meninjau lebih lanjut aspek gotong royong dapat dilihat dari beberapa sudut pandang:
- Bertoleransi Membangun Nilai Keberagaman
Berdasarkan riwayat dari sejarah pembangunan Masjid Istiqlal yang digagas oleh Presiden Soekarno, yang diadakan sebuah sayembara untuk membuat desain Masjid Istiqlal sejak 22 Februari hingga 30 Mei 1955.
Dilansir oleh okezone.com menjelaskan dari 30 peserta yang ikut, hanya 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, kemudian disaring lagi menjadi 5 kontestan dari penilaian yang ketat dan sesuai. (https://web.facebook.com/OkezoneCom/photos/a.244401072308618/3242390709176291).
Kemudian, Ketika pemenang sayembara diumumkan, nama Friedrich Silaban muncul sebagai pemenang. Pada saat itu karya Friedrich Silaban terpilih, dengan karyanya yang berjudul Ketuhanan.
Hal ini mendapat respon positif dari Bung Karno yang tertarik karya Friedrich Silaban seakan sudah membaca keinginan dan pikirannya. Soekarno menjuluki Friedrich Silaban sebagai by the grace of God atau dengan rahmat Tuhan.
Friedrich Silaban merupakan arsitek beragama Kristen Protestan, anak seorang pendeta dari Tanah Batak.
Dalam membuat rancangan Masjid Istiqlal, Silaban mempelajari rupa-rupa masjid dari Aceh hingga Madura. Silaban ingin menciptakan sebuah masjid baru. Namun, sebagai Kristiani, ia mengalami pergulatan batin karena merancang masjid, tempat ibadah umat Islam. Selama membuat sketsa masjid, dia selalu berdoa.
Dari karya tersebut, Friedrich Silaban menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Masjid Istiqlal.
Selain Masjid Istiqlal, Silaban juga merancang bangunan-bangunan bersejarah seperti Stadion terbesar se-Asia saat itu pada tahun 1962, Gedung Universitas HKBP Nommensen – Medan (1982), Stadion Utama Gelora Bung Karno – Jakarta (1962) , Rumah A Lie Hong – Bogor (1968), Monumen Pembebasan Irian Barat – Jakarta (1963), Markas TNI Angkatan Udara – Jakarta (1962), Gedung Pola – Jakarta (1962), Gedung BNI 1946 – Medan (1962), Menara Bung Karno – Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun), Monumen Nasional / Tugu Monas – Jakarta (1960), Gedung BNI 1946 – Jakarta (1960), Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih – Jakarta (1960), Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin – Jakarta (1958), Masjid Istiqlal – Jakarta (1954), Gedung Bentol – Jawa Barat (1954), Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata – Jakarta (1953), Tugu Khatulistiwa – Pontianak (1938).

Hal lain juga diperlihatkan yang dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Tahun 2019 yang menjadi keynote speaker sekaligus meluncurkan kampanye Festival #MeyakiniMenghargai yang diselenggarakan Convey Indonesia bekerja sama dengan PPIM UIN Jakarta dan UNDP (https://conveyindonesia.com/menag-luncurkan-kampanye-meyakinimenghargai-convey-day-2019/).

Festival #MeyakiniMenghargai menjadi wadah diseminasi peningkatan kesadaran dan call to action seluruh eleman masyarakat dalam mencegah ekstremisme kekerasan.
Mengapa masa depan dan wajah Indonesia sangat terkait dengan agama? Menurut Menag, itu karena berbagai kajian mengkonfirmasi bahwa Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara yang warganya menempatkan agama sebagai faktor penting dan menentukan sikap hidupnya.
Menurut Menag seiring dengan era disrupsi di mana terjadi perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, karekater dan perilaku beragama kaum muda milenial juga banyak berbeda dengan generasi sebelumnya.
Ia menambahkan, program-program yang telah dijalankan Convey Indonesia sesungguhnya bukan hanya kebutuhan kelompok agama tertentu saja atau satu dua kelompok keagamaan. Melainkan kebutuhan semua, yakni kebutuhan untuk merawat keragaman, mencegah ektremisme dan kekerasan serta membangun peradaban.
Area program Convey Indonesia, cukup komprehensif; mencakup riset, survey, advokasi kebijakan dan kampanye publik yang sebagiannya menyasar stakeholder Kementerian Agama, antara lain: para penyuluh agama, takmir masjid, dosen dan guru agama, siswa siswi madrasah, dan lainnya.
Ditambah penjelasannya, program tersebut sejalan dengan komitmen Kementerian Agama untuk terus menerus menggaungkan pentingnya moderasi beragama, yakni mengedepankan sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil, berimbang dan tidak ekstrem dalam praktik beragama,” jelas Menag.
- Menelaah Nilai Sosial sebagai Salah Satu Dasar Negara
Selanjutnya cerminan gotong royong ditinjau dari sosial masyarakat seperti dikutip dari Nofia Fitri Azriel menggambarkan sebuah konsep gagasan pembahasan terkait transformasi sosial berbasis Pancasila untuk kehidupan kebangsaan dan kewargaan (https://web.facebook.com/photo?fbid=10224017514656487&set=a.1116237796951).
Dalam penjelasannya, sebagai dosen yang menyampaikan beberapa modul materi sesuai kurikulum yang ditetapkan, modul perkuliahan yang dibuat Tim Pancasila Poltekkes Kemenkes, mengadopsi Peta Transformasi Sosial berbasis Pancasila.
Dan sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan Nofia yakni Aliansi Kebangsaan berisi kegiatan dengan muatan materi penting dalam kuliah Pancasila di Pendidikan Tinggi. Saat ini, “kami tim Aliansi Kebangsaan tengah mempersiapkan buku “Peradaban Pancasila” sebagai hasil FGD Aliansi Kebangsaan dua tahun terakhir dengan Forum Rektor Indonesia, serta mitra-mitra lembaga kami yang lain. Jelas Nofia.
Selain itu, terdapat harapan dari penerbitan Buku Peradaban Pancasila akan mendedah Peta Transformasi Sosial berbasis Pancasila dengan rekomendasi langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai sebuah Peradaban Pancasila. Rekomendasi-rekomendasi tersebut dihasilkan dari diskusi dengan para Pakar dalam FGD.Ditambahkan Nofia, “Semoga kerja-kerja Aliansi Kebangsaan, dalam isu-isu kebangsaan, khususnya pada upaya membumikan Pancasila, serta pemikiran sosok Yudi Latif terus dapat dilakukan”, jelasnya.

- Keselarasan dalam Pembangunan Ekonomi dengan Gotong Royong

Seperti dilansir dari artikel “Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi Menjadi Inspirasi Perekonomian Global (https://ilmu.lpkn.id/2021/01/09/partisipasi-perempuan-dalam-ekonomi-menjadi-inspirasi-perekonomian-global/) Menjelaskan Berdasarkan pergerakan dan partisipasi ekonomi di bidang wirausaha juga di perlihatkan dengan inovasi dan secara masif sedang berlangsung untuk berkontribusi pada perekonomian negeri.
Selanjutnya disebut dengan Gerakan global gotong royong berbasis empat pilar, yakni rantai wirausaha, pasar wirausaha, kualitas wirausaha, dan merk wirausaha atau yang dikenal dengan G2R Tetrapreneur dinilai sebagai model kewirausahaan yang dapat mengangkat potensi desa.

Model G2R Tetrapreneur merupakan salah satu program unggulan Pemda DIY bekerja sama dengan UGM yang mengangkat karya inovasi keilmuan akademisi Indonesia Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D, sebagai konseptor dan Tenaga Ahli G2R Tetrapreneur.
Dalam kegiatan berlangsung melalui program ini melibatkan para wirausaha di pedesaan. Seperti dikutip dari Humas UGM menyebutkan bahwa Gubernur DIY Sri Sultan HB X , dirilisnya produk unggulan G2R Tetrapreneur ini menandai hadirnya suatu kegiatan yang mengangkat kearifan lokal dan ekonomi bawah. Selain itu, diangkatnya nilai gotong royong dalam model G2R Tetrapreneur akan meningkatkan semangat kolaboratif masing-masing aktor baik individu maupun organisasi dalam mewujudkan kepentingan yang lebih besar.
Oleh karena itu, dari regulator pun mengapresiasi program model kewirausahaan G2R Tetrapreneur. Model ini berakar dari semangat kolektif masyarakat Indonesia yang mengangkat budaya gotong royong sebagai base line-nya.
Dengan menginformasikan dan merilis produk unggulan G2R Tetrapreneur merupakan kegiatan yang diselenggarakan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY bekerjasama dengan UGM.
Adapun produk G2R Tetrapreneur yang di-rilis memiliki berbagai variasi bentuk kemasan dengan tujuan menyasar berbagai lapisan masyarakat dan karakter pasar. Setiap produknya dikonsep mempunyai empat jenis kemasan yaitu kemasan ritel, reguler, souvenir, dan premium.
Sehingga dari beberapa penjelasan tersebut membuktikan bahwa kekuatan masyarakat Indonesia bersifat kekeluargaan menjadi ciri khas yang mendukung aspek pembangunan dalam negeri dan hal itu dapat menjadi identitas yang memiliki nilai jual serta dapat memasuki Industri pasar global melalui gotong royong.