Akhir-akhir ini masyarakat kita tengah diramaikan dengan topik pembicaran mengenai wakaf. Di twitter sendiri, wakaf sempat menjadi trending topik dengan hastag #RezimNgemisWakaf. Hastagnya memang terkesan menyudutkan pemerintah. Karena memang secara latar belakang, hastag tersebut muncul lantaran kekhawatiran masyarakat terhadap penyalahgunaan instrumen wakaf oleh pemerintah di tengah pandemi yang melanda negeri ini.
Gambar diambil pada tanggal 27 Januari 2021.
Hastag ini muncul setelah pemerintah meluncurkan gerakan wakaf uang yang diumumkan dalam sebuah acara bertajuk “Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Peresmian Brand Ekonomi Syariah” oleh Komite Nasional Ekonomi Syariah (25 Jan 2021). Yang memicu sentimen negatif masyarakat, mungkin karena hadirnya ibu menteri keuangan dalam acara tersebut. Bahkan beliaulah yang secara langsung pengumuman gerakan positif ini. Dalam benak masyarakat, Ibu Sri Mulyani adalah sosok yang melekat pada Kementerian Keuangan. Sosoknya bahkan sudah menjadi ikon lembaga pemerintahan yang satu ini. Sehingga masyarakat berasumsi, bahwa instrumen wakaf uang akan dimasukkan ke dalam kas negara. Dengan alasan, pemerintah melalui kementerian keuangan sedang kesulitan pembiayaan untuk menghadapi pandemi yang tak kunjung usai. Namun, ini hanya asumsi kosong belaka dan tanpa ada dasar yang jelas. Ibu Sri Mulyani pun melalui media sosialnya juga sudah melakukan konfirmasi, bahwa wakaf uang tidak akan masuk ke kas negara. Ditengah masyarakat yang pesimis terhadap gerakan wakaf uang. Ternyata tidak sedikit masyarakat yang menyambut baik gerakan ini. Mereka mulai dari kalangan akademisi hingga praktisi menyetujui niat baik pemerintah untuk mendukung wakaf uang di negeri ini. Bahkan dengan cekatan pemerintah sudah membentuk anggota badan wakaf untuk periode 2021-2024. Yang tentu saja ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah terhadap gerakan wakaf uang.
Sebenarnya Bagaimana Perkembangan Wakaf Uang di Dunia ?
Ottoman Empire merupakan salah satu pemerintahan islam yang menerapkan wakaf uang pada masanya. Wakaf uang pada masa pemerintahan ini bertahan selama 300 tahun (1555-1823 M) dan berhasil membiayai program pendidikan, kesehatan dan program lainnya yang dijalankan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu kota, yaitu Bursa yang terletak di sebelah selatan Istambul. Telah menjalankan wakaf uang lebih dari seratus tahun dan secara keseluruhan harta wakaf yang dikelola telah mengalami pertambahan nilai. Sehingga mampu untuk membiayai program pendidikan, kesehatan dan yang lainnya.
Penampakan kota Bursa di masa sekarang.
Sejarah baru perwakafan uang di dunia dimulai lagi sejak tahun 1997. Bermula dari konferensi Organisation of Islamic Cooperation (OIC/OKI). Pembentukan badan wakaf di negara-negara islam mulai digalakan. Tahun 2001 Islamic Development Bank mendirikan badan wakaf dunia berkolaborasi dengan organisasi wakaf, pemerintahan, lembaga non pemerintahan dan lembaga filantropi di dunia. Tujuannya adalah untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara islam. Program wakaf IDB bergerak dalam sektor riil dan pasar modal. Di dalam sektor riil harta wakaf berupa tanah, dikelola dalam bentuk usaha perhotelan, perkantoran dan pertanian. Sedangkan sektor pasar modal, harta wakaf berupa uang, dikelola dalam bentuk penanaman saham di bursa efek. Keuntungan yang didapat kemudian didistribusikan untuk program kebudayaan, sosial dan pembangunan ekonomi di negara-negara muslim. Keberhasilan wakaf uang yang dilakukan IDB, kemudian ditiru oleh negara-negara islam lain. Seperti pemerintah Arab Saudi mengeluarkan wakaf dalam bentuk saham, kemudian Kuwait meluncurkan aplikasi wakaf uang berbasis mobile banking, Mesir menggunakan instrument wakaf uang untuk program pendidikan dan kesehatan, kemudian Malaysia mengembangkan wakaf uang dalam bentuk sukuk. Tidak mau kalah, negara sekuler seperti Singapuran pun mengendus potensi wakaf produktif di sektor riil. Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) menghimpun harta wakaf dan mengelolanya dalam bentuk usaha properti dan vila islami. Bahkan tidak tanggung-tanggung asetnya sudah mencapai Rp 7,5 triliun (per 2013).
Lalu Bagaimana Hukum Wakaf Uang itu Sendiri Menurut Para Ulama ?
Di kalangan ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai definisi wakaf. Atas dasar ini hakikat wakaf pun juga berbeda-beda. Perbedaan pendapat ini dinisbatkan pada pendapat ulama empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali. Perbedaan tersebut pada dasarnya hanya terletak pada kepemilikannya saja. Adapun secara jenis keempatnya tidak ada perselisihan.
Pandangan Imam Abu Hanifah
Mazhab Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan suatu benda. Waqif (orang yang berwakaf) memiliki kekuasan penuh terhadap kepemilikan benda, walaupun sudah diwakafkan. Sehingga sewaktu-waktu waqif dapat menarik harta wakafnya. Entah itu dengan alasan dijual atau digunakan secara pribadi. Atas dasar ini, maka harta wakaf hanya boleh diambil manfaatnya saja, sedangkan kepemilikan harta tetap pada waqif.
Pandangan Imam Malik bin Anas
Mazhab Malikiyah berpandangan, bahwa harta wakaf tidak lepas dari pemiliknya (waqif). Namun tidak dapat ditarik kembali setelah dilimpahkan kepada nazir wakaf (pengelola wakaf). Kecuali, jika masa perjanjian berwakaf oleh waqif dan nazir sudah habis, maka waqif dapat menarik kembali hartanya. Sebagai pengelola, nazir tidak boleh memindah milikkan harta wakafnya yang dikelolanya. Begitupun juga dengan si waqif yang juga tidak boleh mewariskan harta wakaf yang dalam masa perjanjian kepada keturunan dan kerabatnya. Pada intinya, mazhab Malikiyah berpandangan bahwa, dalam berwakaf si waqif menahan sementara dari penggunaan secara pribadi hartanya dan mengalihkan manfaat dari harta tersebut untuk tujuan kebaikan.
Pandangan Imam Abu Abdullah Muhammad Asy-Syafi’i
Bila kedua imam mazhab di atas berpendapat bahwa harta wakaf kepemilikannya tidak bisa lepas dari pemiliknya atau waqif. Maka, mazhab syafiiyah memiliki pandangan yang berbeda. Setelah waqif menyerahkan hartanya untuk dikelola nazir, maka waqif melepaskan harta tersebut. Sehingga waqif tidak boleh meminta kembali harta tersebut. Dan ini tidak ada batasan perjanjian. Dengan demikian waqif tidak memiliki kendali atas harta yang diwaqafkannya dan kendali penuh berada pada pihak nazir selaku pengelola. Hanya satu keuntungan yang didapatkan oleh Waqif ketiak ia berwakaf. Yaitu adalah pahala jariyah yang mengalir dari manfaat yang dimunculkan dari pengelolaan harta wakaf oleh nazir.
Pandangan Imam Ahmad bin Hanbal
Karena Imam Ahmad ini adalah murid kesayangan Imam Syafii, maka pendapat beliau mengenai wakaf adalah sama dengan gurunya. Pengelolaan harta wakaf oleh nazir digunakan untuk kemaslahatan umat, terutama untuk keperluan sedekah yang sifatnya mengikat. Sehingga pahala akan terus mengalir kepada waqif sampai ia meninggal dunia.
Adapun mengenai jenis wakafnya, seperti misalnya wakaf uang. Para ulama bersepakat dan satu pandangan, bahwa wakaf uang diperbolehkan. Pandangan Imam Hanafi mengenai harta yang sah untuk diwakafkan adalah berupa harta dalam wujud benda tidak bergerak dan benda bergerak. Begitupun juga dengan Imam Maliki. Menurut mazhab Maliki, uang adalah merupakan benda bergerak yang tidak kekal. Itu karena sifat uang yang mudah lenyap atau habis (rusak) dalam jangka waktu tertentu. Walaupun demikian, jika uang dikelola dengan professional maka manfaatnya mungkin akan dapat kekal selamanya dan manfaat tersebut akan menutupi sifat aslinya. Mengingat urgensi dari wakaf adalah manfaat yang ditimbulkan dari harta wakaf tersebut, maka para ulama membolehkan wakaf uang. Karena jika kita mengacu pada pandangan imam syafii, syarat benda wakaf yang sah untuk diwakafkan haruslah benda yang kekal manfaatnya, entah itu masuk dalam kategori jenis benda bergerak maupun tidak bergerak yang tidak kekal.
Demikianlah kahazanah keilmuan islam mengenai wakaf yang saling melengkapi. Perbedaaan pandangan oleh para ulama tidak harus disikapi dengan pertentangan hingga perselisihan yang berkepanjangan. Sebagai umat muslim kita sudah diajarkan untuk bersikap tabayun dalam menyikapi suatu informasi. Apalagi itu adalah ilmu. Dengan sikap ini kita akan terhindar dari sifat buruk yang dibenci oleh Allah dan Rasulnya, yaitu taqlid. Dimana jika sesorang sudah terjangkit sifat taqlid ini, maka akan susah untuk menerima perbedaan. Padahal berbeda dalam keilmuan islam (perbedaan pandangan yang didasarkan pada ulama) adalah merupakan rahmat dari Allah SWT dan sekaligus menunjukkan betapa luasnya samudera keilmuan islam yang belum kita pelajari. Maka dari itu, niatan baik pemerintah untuk menggerakkan masyarakat agar gemar berwakaf dalam bentuk uang, sudah seharusnya kita dukung. Apalagi kita yang sebagai muslim, wajib hukumnya untuk menjujung tinggi salah satu ajaran syariat Allah dan Rasulnya ini.