Keberhasilan pelaksanaan pelatihan seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan kinerja peserta pelatihan. Banyak pelatihan yang dilakukan tidak memberikan hasil yang optimal terhadap perkembangan peserta pelatihan, padahal tujuan dari suatu pelatihan adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Hal tersebut terjadi, salah satu faktornya dikarenakan skema dan mekanisme pelatihan yang kurang baik dan cenderung membosankan. Jadi, bagaimana menyiasati pelatihan yang ciamik?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari memahami terlebih dahulu dengan baik mengenai definisi pelatihan. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 9 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan, bahwa pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Sedangkan menurut Widodo (2015:82), pelatihan merupakan serangkaian aktivitas individu dalam meningkatkan keahlian dan pengetahuan secara sistematis sehingga mampu memiliki kinerja yang profesional di bidangnya. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar.
Tujuan dari pelatihan yakni untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kinerja dan perilaku peserta pelatihan. Maka dari itu, kegiatan pelatihan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi harus dirancang sedemikian rupa dengan baik agar benar-benar memberikan hasil yang optimal terhadap peserta pelatihan. Sebenarnya tujuan pelatihan terbagi menjadi 2, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Menurut Sedarmayanti (2007:170) tujuan umum pelatihan adalah untuk meningkatkan produktivitas sebuah organisasi. Lalu tujuan khususnya yakni untuk meningkatkan kualitas, produktivitas kerja, mutu perencanaan tenaga kerja, semangat dan moral kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, pengembangan diri, dan mencegah kadaluwarsanya pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki.
Mengenai skema dan mekanisme, skema merupakan bentuk rancangan atau kerangka yang memuat gambaran tentang bagaimana cara mencapai tujuan. Sedangkan mekanisme merupakan interaksi bagian-bagian dengan bagian-bagian lainnya dalam suatu keseluruhan atau sistem secara tanpa disengaja menghasilkan kegiatan atau fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa skema dan mekanisme pelatihan merupakan rancangan atau kerangka yang memuat gambaran pelatihan secara keseluruhan sedetail mungkin dengan menghasilkan kegiatan atau fungsi yang dapat mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan.
Maka dari itu, bagaimana skema dan mekanisme pelatihan yang harus dilakukan agar dapat mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan? Terkait skema pelatihan, pertama-tama, penyelenggara pelatihan harus membagi skema menjadi dua bagian, yakni alur pelatihan dan desain pelatihan. Alur pada suatu pelatihan sangat penting direncanakan dengan matang agar dapat menjawab kebutuhan dan memberikan hasil yang tepat terhadap peserta pelatihan. Ada 3 (tiga) tahap dalam pelaksanaan proses pelatihan, alur ini akan membentuk suatu siklus dalam penyelenggaraan pelatihan, di antaranya sebagai berikut:
- Pra Pelatihan (Pre Training)
- Pelaksanaan Pelatihan (On Going Training)
- Paca Pelatihan (Post Training)
Alur-alur tersebut masing-masing memiliki elemen yang perlu diperhatikan, agar dapat menjadi satu kesatuan alur yang baik, berikut penjelasannya:

1. Pra Pelatihan (Pre Training)
a. Identifikasi dan analisis kebutuhan pelatihan (training need assesment), hal ini dilakukan untuk melihat permasalahan awal yang ada sehingga pelatihan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang ada dan dapat menjawab kebutuhan tersebut.
b. Merumuskan sasaran/tujuan pelatihan, langkah ini merupakan menentukan outcome dari pelatihan yang akan diberikan. Tujuan pelatihan harus merujuk pada pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta pelatihan.
c. Mempersiapkan kurikulum dan materi, kurikulum pelatihan adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan pelatihan yang ditata dalam bentuk rencana proses pelatihan dengan penekanan pada penggunaan berbagai metode pelatihan sesuai dengan tujuan pelatihan sehingga peserta memperoleh peningkatan kompetensi yang dibutuhkan. Kurikulum dirancang berbasis kompetensi yang harus dicapai dan diuraikan dalam (1) Materi pelatihan, (2) Metode penyampaian (pembelajaran), (3) Proses pembelajaran setiap materi dan (4) Proporsi dan alokasi waktu.
2. Pelaksanaan Pelatihan (On Going Training)
a. Memilih dan menentukan metode, dalam langkah ini sebenarnya tidak ada suatu metode pelatihan yang paling baik, namun penyelenggara pelatihan dapat memilih metode yang paling efektif terkait biayanya, isi pelatihan yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak kemampuan dan preferensi peserta serta kemampuan dan preferensi pelatih.
b. Memilih dan menentukan teknik pelatihan yang digunakan, teknik yang dipakai atau digunakan harus menyesuaikan atau selaras dengan metode yang dipilih. Teknik pelatihan yakni cara bagaimana materi tersampaikan kepada peserta pelatihan dan bagaimana para pelatih menyampaikan materi pelatihan tersebut. Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan sebelum menentukan teknik, yakni (1) Ketertarikan dasar manusia, bagaimana teknik merepresentasikan manusia dalam menerima informasi visual, audio dan kinestetik, (2) Pacing-leading, penyelarasan kondisi peserta pelatihan dan bagaimana mengajak peserta atau memengaruhinya sehingga peserta mampu melaksanakan pelatihan dengan baik, (3) Ice Breaking, tujuannya untuk memecahkan kebosanan pada sebuah pelatihan, dapat dilakukan dengan permainan atau humor.
3. Pasca Pelatihan (Post Training)
Pasca pelatihan biasa dikenal sebagai evaluasi. Evaluasi yakni kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Dengan itu, evaluasi pelatihan merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam proses pelatihan, berfokus pada peninjauan kembali pada proses pelatihan dan menilai hasil pelatihan serta dampak pada pelatihan yang dilaksanakan.
Setelah memahami dengan baik mengenai alur pelatihan, lanjut kepada desainnya. Desain pelatihan diartikan sebagai proses perencanaan yang sistematis yang dilakukan sebelum kegiatan pengembangan atau pelaksanaan sebuah pelatihan. Konsep desain pelatihan dikemukakan dalam bentuk model pelatihan. Model diartikan sebagai prosedur atau kesatuan konsep dengan komponen-komponen yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Model desain pelatihan merupakan sarana konseptual untuk menganalisis, merancang, memproduksi, menerapkan, dan mengevaluasi sebuah aktivitas atau program pelatihan. Contoh model pelatihan yakni, Model Dick and Carey, Model Kemp, Model ASSURE, Model ADDIE dan lain-lain.
Selanjutnya mekanisme pelatihan, penyelenggara pelatihan harus memerhatikan bagian-bagian dari mekanisme pelatihan, di antaranya pendekatan dalam pelatihan, metode pelatihan, teknik pelatihan, dan kelengkapan (tools) pelatihan. Karena metode dan teknik pelatihan telah dijelaskan, mari berfokus kepada sisinya, berikut penjelasannya:
1. Pendekatan dalam Pelatihan
Menurut Halim dan Ali (1993:20) mengemukakan ada tiga pendekatan dalam menyelenggarakan pelatihan, yaitu pendekatan (1) Tradisional, (2) Eksperiensial, dan (3) Berbasis Kinerja. Pada pendekatan tradisional penyelenggara pelatihan merancang tujuan, konten, teknik pengajaran, penugasan, rencana pembelajaran, motivasi, tes dan evaluasi. Fokus pada pendekatan tersebut adalah intervensi yang dilakukan oleh penyelenggara pelatihan. Selanjutnya, pendekatan eksperiensial yakni pendekatan pelatihan yang memadukan pengalaman sehingga peserta pelatihan menjadi lebih aktif dan mempengaruhi proses pelatihan. Pendekatan tersebut menekankan pada situasi nyata dan stimulasi, yang tujuan pelatihannya ditetapkan oleh pelatih dan peserta pelatihan. Lalu pendekatan berbasis kinerja adalah pendekatan pelatihan yang tujuannya diukur berdasarkan pencapaian tingkatan kemahiran tertentu dengan menekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diamati.
2. Kelengkapan (tools) Pelatihan
Kelengkapan yang dapat menunjang kesuksesan pelatihan tidak dapat disepelekan begitu saja. Seperti peran fasilitator dan adanya modul untuk bahan pengajaran. Fasilitator berperan untuk membantu peserta pelatihan agar dapat mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan. Fasilitator juga yang bertanggung jawab untuk membantu peserta pelatihan menjadi mampu menangani tekanan suatu proses pelatihan. Sedangkan modul merupakan bahan ajar yang berisi materi, metode, Batasan-batasan materi pembelajaran dan petunjuk kegiatan pelatihan. Fungsi dan manfaat modul bagi suatu pelatihan yakni mengupayakan konsistensi kompetensi yang akan dicapai, meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan dan kesesuaian, memperjelas komunikasi dengan peserta pelatihan, memotivasi peserta pelatihan untuk mandiri dan aktif.
Nah itulah siasat skema dan mekanisme suatu pelatihan agar pelatihan dapat berbanding lurus dengan peningkatan kinerja peserta pelatihan dan juga agar dapat optimal memberikan hasil terhadap perkembangan peserta pelatihan. Dengan demikian, diharapkan para penyelenggara pelatihan dapat membuat skema dan mekanisme pelatihan yang ciamik dan dapat memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan kompetensi para peserta pelatihan.
Referensi: Santoso, B. (2010). Skema dan mekanisme pelatihan: panduan penyelenggaraan pelatihan. Depok: Yayasan Terumbu Karang Indonesia.