Langkah Progresif Pemerintah Dalam Pemberian Insentif Properti Ditinjau Dari Hukum Keuangan Negara

Setelah satu tahun masa pandemi berjalan di Indonesia, jumlah terkonfirmasi covid masih terus meningkat sekalipun sudah dilakukan pelbagai kebijakan pembatasan aktifitas masyarakat dengan tujuan mereduksi penyebaran virus.

Akan tetapi jumlahnya terus meningkat dan belum menunjukan pelandaian.

Sebagai konstruksi publik, lebih mementingkan mana kesehatan atau ekonomi?.

Pertanyaan ini agaknya menjadi diskursus banyak pakar mengenai prioritas pemerintah dalam menanggulangi kedua aspek ini tanpa mengeliminir aspek substantif lainnya.

Bagi penulis, kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan, kenapa?. Sebab antara kesehatan dan ekonomi adalah satu entitas yang tidak bisa dipisahkan.

Secara garis besar ekonomi tidak hanya digantungkan pada penghitungan Produk Domestik Bruto maupun tingkat pendapatan perkapita masyarakat saja, namun lebih jauh daripada itu menyangkut kesehatan, keselamatan, kesejahteraan (HDI) masyarakat.

Maka bagi penulis alangkah lebih baik kita tidak lagi mendikotomikan kedua aspek penting tersebut dan berusaha mencari koherensi keduanya untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dalam pengendalian penyebaran virus covid-19 ini.

Salah satu kebijakan yang menarik untuk ditelusuri adalah mengenai  kebijakan insentif untuk sektor properti.

 

PROPERTI BERKONTRIBUSI BAGI EKONOMI NASIONAL

Selama dua puluh tahun terakhir kontribusi sektor properti yang terdiri dari Real Estate dan konstruksi terhadap PDB terus meningkat dari 7.8 persen pada tahun 2000 menjadi 13,6 persen pada tahun 2020.

Akan tetapi pada sisi lain selama pandemi pertumbuhan sektor properti berkonstraksi hingga -2,0 persen bahkan pada konstruksi turun drastis hingga -3,3 persen.

Peningkatan PDB selama 20 tahun tersebut dapat dilihat dari jumlah pekerja sektor properti yang meningkat sekiranya 9,1 juta pada tahun 2019 dan turun 8,5 juta di tahun 2020 seiring dengan konstraksi negatif ekonomi sektor properti tahun 2020.

Kondisi serupa juga dialami oleh industri properti yang turun yang mana penjualan pada tahun 2020 turun hingga -21 persen, untuk rumah besar turun hingga -37 persen.

Fakta positifnya adalah sekalipun penjualan menurun namun harga properti masih tetap bertumbuh hingga mean 1,43 persen.

SEKTOR PROPERTI DIBERIKAN INSENTIF FISKAL

Melihat pada fakta diatas menjadi terang bahwa pada dasarnya sektor properti mendatangkan efek output multiplier baik pada bagian forward-linkage ataupun pada bagian backward-linkage yang tinggi.

Hal ini didasari bahwa dalam industri properti terdapat industri ikutan seperti industri semen, cat, peralatan rumah tangga dll dan terdapat 350 industri kecil seperti mebel, alat daput, toilet dll.

Adapun insentif yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor ini adalah relaksasi PPN Perumahan.

PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai yang berkaitan dengan konsumsi dan produksi perumahan pada properti sektor.

Pada kebijakan ini pemerintah akan memberikan insentif PPN atas penyerahan rumah yakni pada rumah tapak dan rumah susun yang ditanggung oleh pemerintah selama enam bulan pada Bulan Maret sampai dengan Agustus 2021.

Perihal mekanisme insentif ini terdiri dari:

  1. Seratus persen PPN yang terutang dari dan atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2.000.000.000,00 atau dua miliar rupiah.
  2. Untuk lima puluh persen dari PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun yang harga jualnya diatas Rp 2.000.000.000,00 atau dua miliar rupiah sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 atau lima miliar rupiah

Kedua insentif ini berlaku dari Bulan Maret sampai dengan Agustus 2021.

Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa properti memiliki efek multiplier. Ini tergambar pula pada kredit pemilikan properti.

Pada tahun 2020 jumlah kredit didominasi oleh sektor perbankan sebesar 99 persen atau setara 541,443 miliar dan terhadap non bank melalui Lembaga Pembiayaan Non Bank adalah sekitar 1 persen atau 4.016 miliar sebagaimana dikutip dalam sumber Statistika Perbankan Indonesia, OJK pada periode Desember 2020.

Pemberian insentif ini nantinya akan menggunakan dana APBN 2021 dengan total untuk sektor PPN Properti adalah diperkirakan (estimasi) Rp 5,0 Triliun.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada rilis presnya menyatakan bahwa APBN sebagai instrumen penting dalam ekonomi nasional yangd ilakukan sebagai counter cyclical pada siklus perekonomian yang turun maupun turun negatif selama covid.

Tujuan pemberian insentif usaha ini adalah untuk menjadi dukungan dunia usaha agar dapat jump start kegiatan ekonomi dan menjaga kontinuitas sektor strategis dan sebagai stimulus permintaan masyarakat.

Dibandingkan dengan pada tahun 2020 insentif usaha secara keseluruhan menunjukan angka kenaikan sebesar 4,2 persen, itu artinya perekonomian negara membutuhkan tindakan positif pemerintah dalam menstimulus perbaikan ekonomi.

Maka dari tiu APBN dan Kebijakan fiskal menyelenggarakan perannya sebagai pendorong pemulihan ekonomi nasional dan mencegah kontraksi ekonomi lebih dalam pada tahun 2021 ini.

Pertimbangan lainnya dalam pemberian insetif ini adalah memperhitungkan konsumsi rumah tangga yang diharapkan terus menguat dan didukung oleh penanganan pandemi seperti vaksinasi dan protokol kesehatan berlajut.

Sekalipun belum optimal pedagangan ritel di bidang rumah tangga sudah menunjukan peningkatan pada awal tahun sekalipun belum berbanding lurus dengan kepercayaan masyarakat untuk melaksanakan aktivitas ekonomi.

Pada masyarakat menengah kebawah pemerintah menggunakan instrumen belanja negara untuk memberikan perlindungan sosial seperti bantuan sosial, BLT dll selama pandemi.

Untuk mendongkrak usaha menengah keatas pemerintah menggunakan instrumen stimulus dunia usaha yang ditujukan memperbaiki konsumsi masyarakat pada masa pandemi ini salah satunya dengan insetintif PPN ini.

Pada tahun 2021 ini permintaan atas rumah tinggal justru menurun sedangkan terhadap backlog ketertinggalan kepemilikan rumah layak huni dan terjangkau semakin tinggi.

Maka dari itu dapat dikonklusikan bahwa permintaan terhadap sektor properti atau perumahan akan meningkat pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.

Adapun kriteria rumah tapak dan/atau rumah susun yang akan diberikan fasilitas PPN ini adalah

  1. Harga jual maksimal RP 5 miliar
  2. Diserahkan secara fisik pada tahun pemberian insentif. Artinya properti yang masih dalam tahap perencanaan, maupun tahap konstruksi yang belum selesai maka tidak berhak menerima insentif PPN ini
  3. Adalah rumah baru yang diserahkan dalam keadaan layak huni dan siap huni
  4. Hanya diberikan untuk maksimal 1 unit rumah tapak/unit hunian rumah susun untuk 1 orang dan orang tersebut tidak boleh menjual rumah tersebut kepada orang lain dalam jangka waktu satu tahun.

 

PEMBERIAN INSENTIF PPN TERHADAP SEKTOR PROPERTI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA

Harus dipahami terlebih dahulu mengenai instrumen pemerintah yakni pajak yang dilegitimasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 A, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Maka pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus berdasarkan Undang Undang dan tidak boleh berada pada peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Menurut Andriani pajak adalah iuran pada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adapun pengertian PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Maka dapat dilihat bahwa pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara  yang bahkan paling besar dibandingkan dengan konstribusi PNBP seperti dari sektor sumber daya alam, hibah dll.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menyatakan pajak memiliki fungsi yakni Fungsi Anggaran (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya; dan Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur (mengontrol) atau melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi agar tercapai tujuan yang diinginkan. Misalnya pemerintah menetapkan tingginya tarif pajak bagi barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

Maka apabila dikonstruksikan dengan insentif ini yang jika dilakukan pada masa normal ekonomi maka kebijakan ini akan membebankan APBN. Akan tetapi pada saat kita melihat insentif ini dalam kaca mata fungsi Regulerend maka dapat dilihat bahwa insentif ini ditujukan sebagai pengatur atas kegiatan/usaha perekonomian negara.

Sebab dalam kebijakan insentif ini ditujukan sebagai stimulus penggerak konsumsi rumah tangga dll. Maka salah satu kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah dalam fungsinya mengatur dan mengurus negara adalah instrumen pajak.

Disisi lain jika melihat pada asas perpajakan yang disampaikan oleh Adam Smith yakni conveniency of payment atau asas menyerangkan, maka insentif PPN ini dapat dilihat dari pemungutannya pada waktu dan dengan cara yang menyenangkan terhadap wajib pajak.

Harapannya adalah agar kebijakan ini dapat menciptakan perbaikan dan menjadi stimulus perbaikan

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Dara Salsabila

Dara Salsabila merupakan mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara. Sekarang ini Dara fokus menjadi asisten penelitian dosen, riset, dan menulis ilmiah serta menjadi pekerja paruh waktu sebagai tutor/pengajar hukum dan UTBK Soshum. Dara mempunyai hobi membaca dan menulis. Motto hidup Dara adalah ‘tidak untuk biasa’.

Artikel: 22

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *