Perumahan layak huni bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan Kesehatan”.
Dalam realitanya masih banyak masyarakat yang tinggal di tempat tidak layak huni, seperti di Kawasan kumuh, bantaran sungai, dan gubug reyot. Mungkin mereka tidak terekspose selama ini karena berada di pedalaman dan tempat-tempat yang sulit dijangkau.
Oleh karena itu, perlu kembali mengkaji kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan perumahan bagi masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR. Apakah selama ini implementasi kebijakan pemerintah tersebut sudah merata?
Perlunya kajian kembali mengenai fenomena pengadaan pemukiman layak huni ini juga didorong kondisi ekonomi dan sosial di tengah masa pandemi Covid-19. Terlihat ironis ketika pemerintah mengimbau seluruh masyarakat untuk berada dirumah saja, bekerja dari rumah, dan sebisa mungkin tidak bepergian dari rumah, tetapi banyak masyarakat ekonomi lemah yang masih berada di jalanan. Seolah mereka tidak peduli dengan kondisi pandemi ini dan mencari sesuap nasi lebih penting daripada mempertahankan diri berdiam diri menahan lapar.
Selain itu, jika ditelisik lebih dalam lagi, kondisi rumah mereka pun kebanyakan tidak layak huni. Bahkan ada yang tinggal di samping TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Tentunya lingkungan dimana mereka tinggal ini sangat jauh dari standar kesehatan dan tidak sesuai dengan pedoman UUD 1945 Pasal 28H di atas.
Kondisi tersebut sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19 datang. Namun pemerintah daerah pun seolah menutup mata dengan kenyataan yang mereka hadapi sehari-hari. Tidak dipungkiri jika di Indonesia meski kondisi pandemi seperti ini masih banyak orang-orang yang berkeliaran di jalan hanya untuk sekedar meminta-minta.
Kebijakan Pemerintah dalam Pengadaan Perumahan atau Permukiman
Berdasarkan amanat UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa Perumahan dan Kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan :
- Kesejahteraan
- Keadilan dan pemerataan
- Kenasionalan
- Keefisienan dan kemanfaatan
- Keterjangkauan dan kemudahan
- Kemandirian dan kebersamaan
- Kemitraan
- Keserasian dan keseimbangan
- Keterpaduan
- Kesehatan
- Kelestarian dan keberlanjutan
- Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan
Perumahan dan Kawasan permukiman diselenggarakan dengan tujuan untuk :
- Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman
- Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan Kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama MBR
- Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di Kawasan perkotaan maupun Kawasan perdesaan.;
- Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan Kawasan permukiman;
- Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan
- Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 5 ayat (1), “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”.
Dengan demikian maka diharapkan setiap orang/keluarga/rumah tangga Indonesia menempati rumah layak huni.
Implementasi Kebijakan Pemerintahan dalam Pengadaan Perumahan
Pemerintah telah melakukan berbagai fasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpendapatan rendah melalui penyediaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPR-RSH), pengembangan kredit mikro perumahan, pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), fasilitas pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) melalui peran serta swasta, fasilitasi pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan swadaya.
Namun pada kenyataannya tidak semua kebijakan pemerintah dapat terimplementasi secara komprehensif. Beberapa isu terkait masalah perumahan di Indonesia, khususnya bagi MBR ini adalah sebagai berikut :
- Lemahnya peran negara dalam penyediaan perumahan, seperti harga tanah atau lahan perumahan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah.
- Masalah pembiayaan dimana pemerintah sudah banyak menggelontorkan dana melalui system pembiayaan bank tetapi pemerintah tidak mengkaji lebih dalam efek terhadap perekonomian rumah tangga.
Permasalahan yang terjadi adalah ketika sasaran pemberian subsidi bagi KPR, pemerintah tidak mengimbangi dengan kemampuan bayar MBR. Jika kebijakan pemerintah berupa tenor KPR yang lebih panjang artinya pemerintah malahan semakin membebani MBR untuk memiliki tanggungan pembayaran di bank setiap bulan bertahun-tahun. Tentunya kebijakan tersebut mengenyampingkan kemampuan bayar masyarakat, seperti terkait status berapa lama dia menjadi pegawai dan apakah ada tanggungan lain selain KPR. Masalah-masalah ini yang ternyata malah membuat MBR tidak bisa memiliki rumah yang layak huni karena suku bunga bank yang terus naik meski sudah diberi subsidi, kebijakan bank yang tidak mau tahu kondisi masyarakat terkait dengan pembayaran yang terlambat dikenai sanksi denda, kondisi ekonomi global yang sewaktu-waktu bisa mengancam ekonomi masyarakat, seperti kondisi pandemi ini.
- Isu pertanahan yang erat kaitannya dengan kebijakan pengelolaan lahan yang semakin hari semakin sedikit untuk bisa dijadikan perumahan. Harga lahan yang semakin naik pun membuat daya beli masyarakat menurun.
- Tidak optimalnya upaya pemerintah dalam penyediaan sarana rusunawa bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dari beberapa kendala implementasi kebijakan pemerintah dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat tersebut dapat diambil 3 masalah pokok, yaitu terkait lahan, regulasi, dan pembiayaan. Masalah lahan pemerintah kesulitan mencari lahan yang sesuai untuk mendirikan perumahan karena bertambahnya penduduk Indonesia berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan bagi permukiman. Masalah regulasi pemerintah kesulitan untuk menentukan harga tanah dan urusan perijinan yang ternyata tidak mudah di dalam internal pemerintahan itu sendiri. Masalah pembiayaan, selama ini pemerintah menyerahkan urusan pembiayaan pada bank khusus (BTN) atau bank lain yang ditunjuk pemerintah, tetapi berbenturan dengan kebijakan bank itu sendiri dalam menerapkan regulasi perbankan.
Solusi Alternatif Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Perumahan/Permukiman
Pertama, pemerintah sebaiknya bersinergi dengan SDM yang berkompeten dalam urusan penyediaan lahan permukiman, dalam hal ini adalah pengembang (developer). Selain itu, bekerjasama juga dengan pemerintah daerah dalam hal penentuan regulasi perijinan pembukaan lahan permukiman sesuai aturan daerah masing-masing. Karena hal ini juga akan berpengaruh pada masyarakat adat.
Kedua, pemerintah sudah tidak semestinya lagi memberikan bantuan subsidi melalui bunga bank karena kurang fleksibel dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama MBR. Pada kenyataannya upaya pemerintah dalam membangun satu juta unit perumahan subsidi pun tidak tepat sasaran. Di lapangan yang berhasil memiliki rumah subsidi adalah orang-orang ekonomi menengah ke atas dengan memanfaatkan peluang perumahan murah. Pihak perbankan pun dalam menganalisa kemampuan bayar masyarakat tentu lebih memilih masyarakat menengah ke atas karena mengurangi resiko gagal bayar.
Ketiga, perlu adanya reformasi perumahan rakyat yang tepat sasaran untuk memperkuat multi-sistem perumahan rakyat. Peran negara mutlak diperlukan dalam membuat aturan dan system yang jelas.
Penyediaan perumahan dengan cara konvensional seperti selama ini dilakukan oleh pemerintah sudah tidak sesuai lagi. Penyediaan rusunawa untuk mengurangi permukiman kumuh pun tidak maksimal dan tidak berkelanjutan karena tidak diimbangi dengan kemampuan individua tau masyarakat dalam mengelola tempat tinggal mereka. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kapasitas masyarakat untuk menyiapkan masyarakat terhadap perubahan kondisi sosial lingkungan. Sehingga penyediaan sarana dan prasarana terkait perumahan layak huni bagi MBR pun bisa bermanfaat sebagaimana mestinya.
Sumber :
Nelly. 2007. ”Tinjauan Hukum Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah”. Universitas Hasanuddin. Makasar.
http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=7038&catid=1&