Infrastruktur secara definitif dalam Oxford English Dictionary adalah the basic physical and organizational structures needed for the operation of a society or enterprises.
Sedangkan menurut Sheffrin (2003) menyatakan infrastruktur sebagai services and facilities necessary for an economy to function.
Secara lebih luas pengertian infrastruktur tercermin pada definisi yang disampaikan oleh World Bank yakni infrastructure refers to structures, systems, and facilities serving the economy of a business, industry, country, city, town, or area, including the services and facilities necessary for its economy to function.
Pengertian yang dikemukakan World Bank diatas sangat komprehensif, sebab pengertian infrastruktur tidak hanya dikaitkan dengan fasilitas namun juga pada kondisi struktur dan sistem yang dibangun.
Beberapa literatur memberikan pernyataan bahwa infrastruktur dibagi menjadi dua yakni hard infrastructure seperti water supply, bangunan dan jalan serta soft infrastructure yang terkait dengan sistem informasi, sistem pendidikan dll.
Artinya secara konsep infrastruktur juga menghendaki pembangunan sistem non fisik.
Secara normatif infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
Selanjutnya mengenai Penyediaan Infrastruktur diartikan sebagai kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur sebagaimana dinyatakan dalam Perpres a quo.
Penyediaan Infrastruktur Publik adalah Hal Penting
Premis diatas merupakan bentuk pernyataan penulis bahwa dengan kemajemukan Indonesia dan luasan Indonesia yang sangat besar maka harus dilakukannya desentralisasi pembangunan termasuk didalamnya adalah pembangunan infrastruktur.
Pada empat Pilar Visi Indonesia pada tahun 2045 menyebutkan bahwa Indonesia harus bertumbuh dengan pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; pembangunan ekonomi berkelanjutan; pemerataan pembangunan dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.
Artinya denggan harapan visi demikian menghendaki adanya pemerataan pembangunan dari sabang sampai merauke yang saat ini masih mengalami disparitas pembangunan.
Sebagaimana dinyatakan pada ketentuan umum perpres tersebut bahwa infrastruktur harus dibangun untuk pelayanan kepada masyarakat agar pertumbuhan sosial dan ekonomi dapat dijalankan.
Sama halnya yang disampaikan oleh Vacly Smil dari University of Manitoba menyatakan bahwa modern economic globalization would be impossible without our ability to move billions of tonnes of raw materials and finished goods among the continents and to fly at speeds approaching the speed of sound. These realities were made possible by the interaction of economic and technical factors.
Artinya dalam pembangunan ekonomi memiliki koherensi dengan aspek teknis-teknis yang ada seperti prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi untuk melihat eskalasi pembangunan ekonomi tersebut.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024
Pada Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 (selanjutnya disebut Perpres RPJMN) menyatakan bahwa adanya proses pembangunan infrastruktur publik yang diprioritaskan seperti economic development; urban infrastructure; power and energy infrastructure; communication and information infrastructure.
Sekaligus dalam Perpres ini memberikan penjabaran mengenai sources of fund atau sumber keuangan yang digunakan. Pemerintah tidak hanya mengandalkan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pemenuhan ambisi ini namun adanya kerjasama dengan pihak lain seperti dalam konsep business to business yang sifatnya sangat kontraktual; metode public privat partnership; state owned enterprises dan state budget yakni APBN.
Pada Perpres ini dinyatakan bahwa sumber keuangan dari keuangan negara hanya sebesar 37 persen atau sekitar Rp 2,385 T, dari Badan Usaha Milik Negara sebesar 21 persen atau setara dengan Rp 1.3553 T dan dari swasta atau private sebesar 42 persen atau sebesar Rp 2.706 T.
Konstruksi pendanaan ini merupakan hasil transformasi dari state budget oriented menjadi private oriented. Hal ini tergambar pada persentasi sumber keuangan pada RPJMN sebelumnya yaknii tahun 2015-2019 yakni 41 persen dari pemerintah sebesar Rp 1,976,6 T, dari BUMN sebesar Rp 1.066,2 T atau setara dengan 22 persen dan dari pihak swasta sebesar 37 Persen atau sebesar Rp 1.751,5 T.
Infrastruktur Publik Adalah Bagian Dari Proyek Strategis Nasional
Hemat penulis terminologi proyek strategis nasional lebih familiar digaungkan oleh pemerintah dibandingkan dengan infrastruktur publik.
Selain itu secara interpretatif proyek strategis nasional lebih holistik mencakup aspek pembangunan infrastruktur publik dibandingkan dengan terminologi infrastruktur publik saja.
Hal ini yang kemudian dimasukan dalam beberapa dasar hukum berkaitan dengan proyek strategis nasional antara lain dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional jis. Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional jo. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang PSN tersebut terdapat 201 proyek dan 10 program yang mencakup 23 sektor; nilai investasi adalah sebesar Rp 4.809,7 T; pembiayaan proyek dan program bersumber dari APBN/APBD, BUMN dan/atau swasta; adapun stimulus yang diberikan adalah berupa tarif 0 persen untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta penciptaan lapangan pekerjaan, untuk tahun 2021 ini ditargetkan akan terselesaikan proyek sebanyak 38 dengan total nilai investasi adalah Rp 464,6 T.
Dalam penyeleggaraan PSN yang membutuhkan banyak biaya ini maka tidak mungkin keseluruhan pembiayaan dilakukan berdasarkan dana APBN saja. Maka dari itu diperlukan sinergitas antara badan usaha dengan pemerintah. Seperti dalam skema Public Private Partnership.
Public Private Partnership Dalam Penyediaan Infrastruktur Publik Pada Proyek Strategis Nasional
Pada dasarnya Public Private Partnership (PPP) adalah a long term contract between a private party and a government entity, for providing a public asset or service, in which the private party bears significant risk and management responsibility and remuneration is linked to performance sebagaimana disampaikan oleh PPIRC-World Bank.
Di Indonesia sendiri PPP ini sudah diintrusikan dalam politik hukum Indonesia sejak tahun 1967 dengan kerjasaman PT Freeport dengan Pemerintah Indonesia dalam penyediaan dan pengelolaan tambang di Papua.
Kemudian konsep serupa juga dimasukan dalam beberapa ketentuan hukum termasuk dalam Perpres a quo.
Maka secara konsep PPP ini dapat dijalankan dengan skema pemerintah dan swasta bekerja sama membangun fasilitas infrastruktur karena pemerintah kekuarangan dana, dan swasta yang menyediakan dana untuk pembangunan infrastruktur. Kedua, swasta diberikan kesempatan mengelola infrastruktur tersebut supaya dapat mengembalikan investasi yang dilakukan dengan keuntungan yang wajar melalui suatu pengutan atas pelayanan yang diberikan atau yang dibayarkan penuh oleh pemerintah melalui availability payment.
Ketiga, pemerintah mengatur regulasi sehingga swasta bisa melakukan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur untuk kepentingan publik dan disisi lain kepentingan swasta pun juga dapat bisa terpenuhi sehingga nantinya antara swasta dan pemerintah dilakukan hubungan hukum dengan pengikatan berdasarkan ikatan kerjasama atau perjanjian kerjasama untuk menjamin kepastian akan hak dan kewajiban para pihak.
Secara lebih lanjut konsep PPP ini diselenggarakan salah satunya dalam konstruksi KPBU atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebagaimana dinyatakan pada Perpres Nomor 38 tahun 2015 diatas.
Tujuannya adalah agar mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan infrastruktur melalui pengerahan dana swasta; mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas efektif, efisienl, tepat sasaran dan tepat waktu; menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat; mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna dan memberikan kepastian pengembalian investasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur melalui mekanisme pembayaran yang berkala oleh pemerintah kepada badan usaha.
Maka dapat dikonklusikan bahwa dalam penyediaan infrastruktur publik sebagaimana terdapat dalam PSN diselenggarakan dengan pengerahan swasta sebagai salah satu unsur pembangunan. Hal ini ditujukan agar terciptanya kontinuitas pengelolaan yang efisien dan efektif guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dilain sisi ini adalah untuk mereduksi moral hazzard pemerintah atas penggunaan APBN. Maka terhadap aspek pembangunan Indonesia tidak hanya bersandar pada APBN namun juga melibatkan unsur-unsur pembangunan lainnya.