Kajian Teoritis Tanggung Jawab Sosial Perusahaan oleh Badan Usaha Milik Negara
Merujuk pada Pasal 90 Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menyatakan bahwa BUMN dalam batas kepatutan hanya dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka dari itu dengan rumusan pasal tersebut terlihat bahwa BUMN tidak diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan dan mengarah pada kesukarelaan saja serta BUMN berada pada posisi memiliki keuntungan yang cukup untuk melakukan tanggung jawab sosial tersebut.
Sehubungan dengan itu apabila merujuk pada ketentuan Pasal 43 UU BUMN menyatakan, Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya dalam Pasal 43 ketentuan Penjelasan menyatakan bahwa Menteri dapat menetapkan bahwa sebagian atau seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemilik modal, atau pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan Perum yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha Perum. Dengan adanya cadangan dana sosial tersebut berimplikasi bahwa tanggung jawab sosial bisa dilakukan apabila BUMN memiliki cadangan dana sosial yang mencukupi dan untuk itu harus dilakukan penetapan oleh Menteri sehingga direksi saja tidak bisa melegitimasi pemberian dana sosial kepada masyarakat tersebut.
Apabila melihat maksud dan tujuan pendirian BUMN sebagaimana terdapat pada Pasal 2 ayat (1) huruf d menyatakan, BUMN menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Dalam ketentuan penjelasannya menyatakan bahwa Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah. Artinya pola tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh BUMN dapat berupa kemitraan dengan masyarakat ekonomi lemah. Hal ini kemudian diatur dalam Peraturan Pelaksana Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang mengatur mengenai kewajiban menyelenggarakan tanggung jawab sosial BUMN.
Permen ini merupakan bentuk pengejawantahan daripada Pasal 88 ayat (1) yang mengatur penyisihan laba untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN baik Perum, Perseroan, maupun Perseroan Terbuka. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa Perum dan Persero wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. Demikian itu menyatakan secara eksplisit bahwa BUMN wajib melaksanakan melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang berarti kedua program ini dapat diklasifikasikan sebagai bentuk tanggungjawab sosial dan lingkungan BUMN. BUMN dengan variasi jenis usaha maupun bentuknya wajib melaksanakan program ini sehingga membentuk tatanan keadilan dan non diskriminasi terhadap BUMN.
Kondisi diametral pada dasarnya tercermin pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang mewajibkan Perseroan untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan hanya pada jenis kegiatan usahanya di bidang/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Kondisi ini menjadi dilematis pada saat BUMN berbentuk Perseroan Terbatas baik dibidang sosial, pendidikan dan lingkungan. Jika dikonstruksikan pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah tidak masuk dalam tanggung jawab sosial sebagaimana diatur dalam UU PT ini sebab Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Akan tetapi pada BUMN dana yang digunakan adalah penyisihan laba. Maka dari itu kondisi diametral sangat bergantung pada bentuk BUMN yang PT dan bergerak dibidang/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Sebab pada satu sisi terikat dengan UU BUMN dan disisi lain terikat dengan UU PT. Pada dasarnya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan oleh BUMN adalah salah satu bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility dan program kemitraan ini dikenal sebagai community development.
Tendensi Potensi Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Alokasi Dana Tanggungjawab Sosial Perusahaan Badan Usaha Milik Negara
Permasalahan kemudian yang ditimbulkan dengan aktifnya BUM melakukan tanggung jawab sosial adalah berkenaan dengan adanya tindak pidana korupsi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Program Bina Lingkungan (PBL) BUMN Peduli menemukan kerugian negara dalam program cetak sawah sebesar Rp 208, 68 miliar, penanaman sorgum sebesar Rp1,45 miliar, dan pembibitan sapi senilai Rp 1,68 miliar serta potensi kerugian kerugian negara dalam program pengembangan sorgum mencapai Rp 9,97 miliar dan pembangunan rusunami sebesar Rp 4,22 miliar.
Pada dasarnya program Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang diatur dalam Permen ini merupakan bentuk kelajutan dari keputusan nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungkan (PKBL) yang terdiri dari program penguatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (Program Kemitraan) dan program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (Program Bina Lingkungan). Program ini menjadi jalan bagi BUMN atau perusahaan yang dalam operasionalisasinya tidak berkaitan dengan sumber daya alam dalam kerangka tanggungjawab sosial atau Corporate Social Responsibility. Dalam Pasal 8 beleid tersebut menyatakan dana program kemitraan bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1-3 persen yang diambil dari hasil bunga pinjaman; bunga deposito; dan atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional; serta Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain apabila ada. Keputusan Menteri BUMN ini pun merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan nomor 60/KMK.016/1996 yang mengatur besaran dana CSR BUMN. Tendensi dugaan tindak pidana korupsi adalah sehubungan dengan kekayaan yang dipisahkan pada BUMN sehingga pada saat telah terjadi kerugian di BUMN maka itu dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara yang merupakan delik dalam Tipikor.
Perusahaan Asing Wajib Melaksanakan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dan Lingkungan
Berpedoman pada Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan, setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Selanjutnya dalam ketentuan penjelasan menyatakan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Maka dari konstruksi diatas menunjukan bahwa perusahaan wajib melaksanakan tanggungjawab sosial. Ketentuan penjelasan UU ini juga mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban fiskal, dan kewajiban sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal. Maka dari itu tanggungjawab sosial bagi perusahaan tidak saja bersifat komplementer namun juga merupakan suatu kepentingan yang harus dijalankan dan diselesaikan sebagaimana mestinya tanpa mengenyampingkan hal lainnya. Sebagaimana norma yang dinyatakan Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Tanggungjawab sosial ini tidak hanya terbatas pada aspek sosial kemasyarakaktan namun juga pelestarian lingkungan untuk mencapai suatu hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan dan juga berkontribusi terhadpa masyarakat. Tanggungjawab sosial ini bermakna sebagai suatu kewajiban dan apabila dikemudian hari terdapat pelanggaran terhadpa kewajiban maka perusahaan wajib memberikan sesuatu sebagai ganti rugi untuk kerusakan yang telah dilakukan sebagai sarana penerapan UU ini.
Apabila perusahaan melanggar kewajiban ini maka berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UU Penanaman Modal harus dikenai sanksi sebagaimana berikut:
- sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
- Pengenaan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU Perseroan Terbatas lazim menggunakan terminologi tanggung jawab sosial dan lingkungan yang merupakan suatu kewajiban secara moral dan hukum yang harus dilakukan karena menjadi komitmen suatu Perseroan untuk bergerak eskalatif dalam ekonomi berkelanjutan dan meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan baik secara internal keapda karyawan, jajaran manajer dan pemangku internal lainnya maupun ke pihak eksternal seperti masyarakat sekitar dll. dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas) mengatur bahwa Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumusan Pasal ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak secara jelas menunjuk peraturan perundang-undangan dan sanksi yang akan dikenakan terhadap Perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Artinya menempatkan posisi ini pada kondisi grey area yang berimplikasi pada ketidakpastian hukum dan penerapan norma yang kabur yang secara idealitanya harus secara jelas dan terang tergambar dalam suatu UU.
Terhadap penanam modal di Indonesia yang merupakan perusahaan transnasional maka mengikat baginya code of conduct (OECD) yang mengatur Corporate Social Responsibility yang terdapat pada prinsip ketiga mengenai tanggung jawab yakni, kinerja corporate governance harus mengakui hak publik umum sebagaimana diakui dalam hukum dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dan publik dalam menciptakan kemakmuran, kesempatan kerja dan pendukung perusahaan bersifat finansial. Maka dari itu OECD mereformulasikan Corporate Social Responsibility sebagai bentuk kontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan dan tidak semata-mata hanya pada pengembalian deviden, upah karyawan dan produktifitas melainkan juga memberikan atensi terhadpa masyarakat dan nilai yang melingkupinya.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-undangan
- Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
Lain-lainnya
- Keputusan Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungkan (PKBL)
- Keputusan Menteri Keuangan nomor 60/KMK.016/1996
- OECD Code of Conduct, Chapter V, 1999
Berita
- Praga utama, tempo.co, https://bisnis.tempo.co/read/671302/tanggung-jawab-sosial-bumn-ini-dasarnya/full&view=ok