Tugas Baru Pemerintah Desa Setelah Perpres 46/2025

1. Pendahuluan

Perpres Nomor 46 Tahun 2025 memperluas ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) hingga mencakup Pemerintah Desa yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB‑Desa). Dengan demikian, desa kini memiliki serangkaian tugas baru dalam tata kelola pengadaan-mulai perencanaan, pelaksanaan elektronik, hingga pelaporan dan pengawasan. Artikel ini menguraikan secara sederhana tugas‑tugas tersebut, agar Pemerintah Desa dapat menyesuaikan diri dan memastikan APB‑Desa dikelola secara transparan, efisien, dan berpihak pada pembangunan lokal .

2. Pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa Desa (UKPBJ Desa)

Implementasi Perpres 46 Tahun 2025 membawa konsekuensi struktural bagi pemerintah desa, khususnya dalam hal pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa Desa (UKPBJ Desa). Unit ini bertugas mengelola seluruh proses pengadaan barang/jasa di lingkungan desa secara lebih terstruktur, terdokumentasi, dan akuntabel, terutama karena pengadaan APB‑Desa kini harus memenuhi standar yang sama dengan PBJP di tingkat kabupaten/kota dan kementerian.

2.1 Penunjukan Penanggung Jawab Pengadaan di Desa

Sebagai langkah awal, Kepala Desa wajib menunjuk aparat desa tertentu untuk bertanggung jawab atas pengelolaan PBJ, terutama untuk memenuhi ketentuan administratif dan teknis sesuai regulasi baru. Penunjukan ini harus dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Desa, yang menyebutkan nama, jabatan, dan ruang lingkup kewenangan personel yang ditugaskan.

Paling tidak, terdapat dua kategori peran penting yang harus ditunjuk:

  • Pejabat Pembuat Komitmen (PPK Desa)Aparat desa yang ditunjuk sebagai PPK wajib mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikasi kompetensi tipologi pekerjaan sesuai jenis pengadaan desa (barang, jasa, atau konstruksi ringan). PPK bertugas menyusun spesifikasi teknis, menetapkan HPS, memverifikasi hasil pekerjaan, dan menandatangani e‑Kontrak.
  • Pengelola Administratif PBJ DesaPersonel ini dapat berasal dari perangkat desa atau tenaga pendukung (misalnya staf administrasi BUMDes atau operator desa) yang bertugas mengunggah dokumen ke sistem elektronik (e‑Purchasing dan e‑Kontrak), menyusun RUP, serta mendukung pelaporan digital. Minimal, mereka harus mengikuti pelatihan dasar PBJ atau pendampingan UKPBJ kabupaten.

Dengan adanya penanggung jawab yang ditetapkan secara formal, akuntabilitas dan pembagian tugas dalam PBJ desa menjadi jelas dan terdokumentasi.

2.2 Struktur Organisasi UKPBJ Desa

Struktur UKPBJ Desa harus disesuaikan dengan kapasitas SDM dan volume kegiatan pengadaan di desa. Struktur idealnya mencakup:

  1. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)Bertugas pada aspek pengambilan keputusan teknis dan kontraktual, mulai dari penyusunan RKS (Rencana Kerja dan Syarat) hingga tanda tangan kontrak.
  2. Staf PerencanaanMenyusun RUP, memetakan kebutuhan belanja desa berdasarkan Musrenbang dan prioritas RPJMDes/RKPDes, serta memverifikasi potensi keterlibatan UMKM lokal.
  3. Staf PelaksanaanMendampingi pelaksanaan fisik barang/jasa di lapangan, memastikan penyedia melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal, serta mendokumentasikan progres pekerjaan.
  4. Tim Pendukung Elektronik dan Administrasi (Opsional)Jika desa memiliki akses internet dan perangkat IT memadai, tim ini bertugas mengoperasikan akun e‑Purchasing dan e‑Kontrak, termasuk pengunggahan RUP, PO, kontrak, laporan monitoring, dan foto dokumentasi pekerjaan.

Struktur ini bersifat fleksibel, bisa disesuaikan skala desa. Yang penting, fungsi teknis, administratif, dan pengawasan pengadaan harus bisa dijalankan dengan baik.

2.3 Tugas Pokok UKPBJ Desa

Dengan struktur dan penanggung jawab yang terbentuk, UKPBJ Desa memiliki sejumlah tugas utama yang sangat krusial, yaitu:

  1. Menyusun dan Mengunggah RUP APB‑Desa
    • Menentukan jenis belanja barang/jasa, volume, waktu pelaksanaan, dan pagu anggaran.
    • Menginput seluruh informasi ke sistem RUP nasional atau provinsi/kabupaten yang telah ditetapkan.
  2. Mengelola Proses e‑Purchasing dan e‑Kontrak
    • Melakukan pembelian barang/jasa melalui e‑Katalog untuk nilai di atas Rp 100 juta.
    • Membuat purchase order, mencetak dokumen kontrak elektronik, dan memproses dokumen penagihan serta serah terima.
  3. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
    • Melaporkan progres fisik dan keuangan menggunakan e‑Monitoring atau laporan terstruktur manual (jika belum daring).
    • Menghitung dan melaporkan Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN) setiap triwulan.
  4. Menjamin Kepatuhan terhadap Prinsip PBJ
    • Menjaga transparansi proses pengadaan dan bebas dari intervensi personal atau konflik kepentingan.
    • Menyimpan arsip pengadaan yang terstruktur dan siap diaudit.

Dengan pembentukan UKPBJ Desa yang jelas, sistematis, dan berbasis digital, maka desa tidak hanya mematuhi aturan Perpres 46/2025, tetapi juga mengambil peran aktif sebagai ujung tombak pembangunan nasional berbasis lokal, yang akuntabel, efisien, dan partisipatif.

3. Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) APB‑Desa

Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) merupakan tahap awal dalam siklus pengadaan barang/jasa yang sangat menentukan kualitas pelaksanaan PBJ di desa. Berdasarkan Perpres 46/2025, RUP bukan sekadar daftar kebutuhan belanja, melainkan dokumen perencanaan strategis yang harus disusun secara transparan, realistis, dan inklusif. RUP juga menjadi dokumen dasar untuk verifikasi kepatuhan terhadap produk dalam negeri, alokasi belanja UMKM, dan standar keberlanjutan.

Berikut ini uraian lengkap mengenai tahapan penyusunan RUP di lingkungan pemerintah desa:

3.1 Identifikasi Kebutuhan Berdasarkan RKPDes dan Musyawarah Warga

Langkah pertama dalam menyusun RUP adalah melakukan identifikasi kebutuhan pengadaan barang/jasa. Pemerintah desa harus merujuk pada dokumen perencanaan tahunan desa, yaitu Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), yang merupakan turunan dari RPJMDes. Selain itu, hasil Musyawarah Desa (Musdes) juga menjadi referensi penting untuk mengakomodasi aspirasi dan prioritas warga.

Jenis belanja yang umum masuk RUP Desa meliputi:

  • Kegiatan fisik: pembangunan jalan usaha tani, irigasi kecil, posyandu, balai warga;
  • Kegiatan non-fisik: pelatihan kerja, pendidikan warga, penyuluhan kesehatan;
  • Barang penunjang administrasi: komputer, printer, ATK, alat perekaman data kependudukan;
  • Jasa operasional: keamanan, kebersihan, katering kegiatan, pengangkutan sampah.

Penting untuk mencantumkan volume kebutuhan, perkiraan waktu pelaksanaan, dan spesifikasi umum sejak awal untuk memudahkan tahap penyusunan HPS dan pelaksanaan tender atau e-purchasing.

3.2 Alokasi Kuota Minimal 40% untuk UMKM dan Koperasi

Sesuai amanat Perpres 46/2025 Pasal 20 ayat 3 huruf d, minimal 40% dari total belanja PBJ harus dialokasikan untuk UMKM dan koperasi dalam negeri. Dalam konteks desa, hal ini justru menjadi peluang besar karena:

  • Mayoritas penyedia lokal di desa adalah pelaku UMKM;
  • Desa bisa bermitra dengan koperasi desa, BUMDes, atau penyedia jasa lokal.

Dalam RUP, tim penyusun harus:

  • Menandai item mana saja yang dapat dilaksanakan oleh UMKM (misalnya jasa katering, pelatihan, pengadaan seragam, alat kebersihan);
  • Mengklasifikasikan paket dengan nilai < Rp 200 juta sebagai potensi penunjukan langsung UMKM lokal;
  • Menyusun rencana aksi afirmatif, seperti menggelar sosialisasi kepada UMKM desa agar mereka siap ikut serta dalam pengadaan.

Jika kuota 40% UMKM tidak tercapai, desa wajib menyampaikan justifikasi tertulis yang diverifikasi oleh kecamatan atau Dinas PMD kabupaten.

3.3 Penetapan Spesifikasi Teknis dan Aspek Keberlanjutan

RUP yang baik tidak hanya mencantumkan jenis barang/jasa dan pagu anggaran, tetapi juga spesifikasi teknis yang memperhatikan prinsip:

  • Keamanan dan fungsi sesuai kebutuhan;
  • Ramah lingkungan (green procurement): contoh, penggunaan material lokal, bahan daur ulang, dan alat hemat energi;
  • Produk Dalam Negeri dengan TKDN tinggi: untuk pembelian barang seperti genset, komputer, atau alat pertanian, gunakan produk bersertifikat TKDN ≥ 25%;
  • Ketersediaan di e-Katalog: spesifikasi harus disesuaikan dengan produk yang sudah terdaftar di e-Katalog agar proses e-purchasing lancar.

RKS (Rencana Kerja dan Syarat) yang menjadi dokumen turunan dari RUP juga harus memasukkan parameter keberlanjutan jika memungkinkan, seperti preferensi barang yang hemat energi, layanan jasa dengan sistem kerja adil, dan non-diskriminatif.

3.4 Pengunggahan RUP ke Portal PBJP

Setelah RUP disusun dan disetujui oleh Kepala Desa melalui SK Penetapan RUP, langkah selanjutnya adalah mengunggah RUP ke sistem PBJP nasional atau provinsi/kabupaten. Ini dilakukan agar:

  • RUP desa dapat diakses dan dipantau publik secara daring (online);
  • Koordinasi antar-instansi bisa berjalan baik-misalnya untuk paket kerja sama antar-desa;
  • Pihak eksternal (inspektorat, kecamatan, kabupaten) bisa melakukan review dan pembinaan teknis jika ditemukan kelemahan.

Jika desa belum memiliki infrastruktur internet mandiri, maka:

  • Pengunggahan bisa dilakukan melalui fasilitasi UKPBJ kabupaten atau kecamatan;
  • Desa menyampaikan RUP dalam bentuk hardcopy atau format digital offline yang kemudian diunggah oleh admin kabupaten;
  • Sistem e-monitoring dan e-RUP dapat diakses di kantor kecamatan atau balai pelatihan terdekat.

RUP harus diunggah secara berkala (minimal setiap triwulan) dan diperbarui jika ada perubahan signifikan seperti penyesuaian anggaran, perubahan sumber dana, atau perubahan metode pelaksanaan.

Dengan menyusun dan memublikasikan RUP secara baik, desa tidak hanya melaksanakan amanat regulasi, tetapi juga membangun transparansi kepada masyarakat, memperluas peluang keterlibatan UMKM lokal, dan menciptakan fondasi pengadaan yang lebih efisien dan tepat sasaran. Penyusunan RUP yang terstruktur juga memudahkan proses berikutnya, seperti pembuatan HPS, pelaksanaan pengadaan, dan pelaporan kinerja pengadaan desa kepada pihak pengawas.

4. Pendaftaran di e-Katalog dan Lokapasar Pemerintah

Agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa di desa dapat berjalan sesuai ketentuan Perpres 46 Tahun 2025, salah satu kewajiban teknis yang harus segera dilakukan adalah pendaftaran UKPBJ Desa ke sistem pengadaan elektronik nasional, yaitu e-Purchasing LKPP dan lokapasar pemerintah daerah (jika tersedia). Pendaftaran ini penting karena hampir seluruh proses pengadaan, terutama yang bernilai besar atau menggunakan barang/jasa umum, kini harus dilakukan secara elektronik untuk menjamin akuntabilitas dan efisiensi.

Langkah ini juga menjadi pintu masuk keterlibatan desa dalam ekosistem pengadaan digital nasional, serta membuka akses desa terhadap barang/jasa dengan harga dan kualitas yang terstandar.

4.1 Registrasi Desa ke e-Purchasing dan Lokapasar

Pemerintah desa, melalui UKPBJ Desa, wajib melakukan registrasi sebagai pengguna aktif pada portal pengadaan elektronik, utamanya:

  • e-Purchasing LKPP, dan
  • lokapasar pemerintah daerah, jika kabupaten/provinsi memiliki sistem sendiri yang terhubung ke nasional.

Langkah-langkah registrasi meliputi:

  1. Mendaftarkan akun resmi UKPBJ Desa, menggunakan email dan data perangkat desa yang sah.
  2. Menyerahkan SK Kepala Desa tentang penunjukan PPK dan pengelola PBJ, sebagai dasar legalitas operasional.
  3. Mengisi profil desa, termasuk alamat kantor, kode pos, kode wilayah administrasi (Kode Desa Kemendagri), dan informasi rekening bank desa yang terdaftar.
  4. Melampirkan Nomor Induk Berusaha (NIB) atas nama Pemerintah Desa, jika tersedia. Bila belum ada, desa bisa dibantu membuatnya oleh pendamping DPMD atau UKPBJ kabupaten.

Proses verifikasi biasanya membutuhkan waktu 2-5 hari kerja, tergantung kesiapan dokumen dan antrian verifikasi oleh admin e-Katalog kabupaten/kota atau pusat.

Catatan penting: Pendaftaran ini tidak bersifat opsional. Jika desa tidak mendaftar, maka tidak bisa melakukan e-purchasing, termasuk untuk paket yang wajib dilakukan secara elektronik (di atas Rp 100 juta), dan ini bisa menghambat realisasi APB-Desa.

4.2 Upload Profil dan Dokumen Pengadaan

Setelah terverifikasi sebagai pengguna e-purchasing, UKPBJ Desa harus segera:

  • Mengunggah dokumen legal desa, antara lain:
    • Surat Keputusan Penunjukan PPK,
    • Daftar Personel UKPBJ Desa,
    • Surat pernyataan bebas konflik kepentingan,
    • RUP desa yang sudah disahkan,
    • Dokumen HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dari paket yang direncanakan.
  • Memastikan semua dokumen RUP sesuai struktur digital yang diminta sistem, seperti format Excel, PDF, atau CSV tergantung sistem yang digunakan.
  • Melampirkan rekening desa yang akan digunakan untuk pembayaran digital kepada penyedia, agar integrasi antara e-Purchasing dan e-Pembayaran dapat berjalan otomatis.

Proses unggah dokumen ini sangat krusial karena:

  • Menjadi prasyarat aktivasi akun pembelian,
  • Membuka akses desa ke daftar produk/jasa yang tersedia di e-Katalog,
  • Menjadi bagian dari audit trail elektronik, yang bisa diperiksa inspektorat kapan saja.

4.3 Klasifikasi dan Pendaftaran UMKM Lokal

Selain mendaftarkan desanya sendiri, Pemerintah Desa juga memiliki peran penting untuk mendorong UMKM warga desa agar:

  • Terdaftar di e-Katalog lokal atau nasional,
  • Masuk ke dalam daftar penyedia sah yang bisa diakses langsung oleh desa, maupun instansi lain.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan desa, antara lain:

  1. Mendata UMKM dan koperasi lokal yang potensial menjadi penyedia, seperti tukang bangunan, pelaku usaha makanan, penjahit, perajin meubel, petani bibit, penyedia alat pertanian, dan lain-lain.
  2. Mendampingi proses pengurusan NIB, sertifikat TKDN (jika perlu), dan akun OSS, melalui bantuan Dinas Koperasi/UMKM dan UKPBJ kabupaten.
  3. Membuka Klinik e-Pengadaan di balai desa, tempat warga bisa mendapat informasi dan pelatihan terkait pendaftaran e-Katalog.
  4. Bekerja sama dengan koperasi atau BUMDes, sebagai aggregator atau konsolidator pengadaan, jika pelaku UMKM belum siap sendiri.

Dengan mendorong pendaftaran UMKM lokal, maka desa tidak hanya menjadi konsumen pengadaan, tapi juga fasilitator aktif dalam memperluas pasar warganya.

5. Pelaksanaan e-Purchasing dan e-Kontrak

Setelah terdaftar dan terkoneksi dengan sistem nasional, Pemerintah Desa wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa melalui e-purchasing dan e-kontrak, sesuai ketentuan nilai, jenis, dan ketersediaan barang.

5.1 e-Purchasing Wajib untuk Paket > Rp 100 Juta

Sesuai Perpres 46 Tahun 2025, setiap paket pengadaan yang:

  • Bernilai lebih dari Rp 100 juta, dan
  • Barang/jasanya tersedia di e-Katalog atau lokapasar,

wajib dilaksanakan secara elektronik melalui e-Purchasing, tanpa menggunakan metode tender manual atau penunjukan langsung.

Langkah-langkah pelaksanaan e-purchasing:

  1. PPK membuka sistem e-Katalog, memilih produk sesuai kebutuhan dan HPS;
  2. Membandingkan beberapa penyedia dari sisi harga, jangkauan wilayah, dan pelayanan;
  3. Melakukan checkout digital dan membuat purchase order (PO);
  4. Mendapatkan persetujuan pembelanjaan dari Kades atau bendahara desa;
  5. Mengunduh dan mencetak PO sebagai dasar pembayaran dan penyerahan barang.

Keuntungan e-purchasing:

  • Harga standar dan transparan,
  • Tanpa proses lelang yang rumit,
  • Dokumen terekam otomatis (paperless dan audit-ready).

5.2 Penunjukan Langsung UMKM untuk Paket < Rp 200 Juta

Untuk pengadaan dengan nilai di bawah Rp 200 juta, terutama untuk kegiatan rutin atau sederhana (misalnya konsumsi kegiatan, pengadaan seragam, jasa kebersihan), desa diperkenankan menggunakan penunjukan langsung dengan catatan:

  • Penyedianya adalah UMKM atau koperasi dalam negeri,
  • Barang/jasa tidak tersedia di e-Katalog, atau
  • UMKM telah didaftarkan secara lokal sebagai penyedia aktif.

Dalam hal ini, desa dapat melakukan proses secara manual terbatas, atau melalui modul e-Purchasing UMKM lokal, jika disediakan oleh kabupaten.

Fasilitas istimewa untuk UMKM:Penyedia UMKM berhak atas uang muka minimal 50% dari nilai kontrak, yang diberikan segera setelah kontrak diteken dan sebelum barang dikirim.

5.3 e-Kontrak: Dokumentasi dan Audit Trail

Setelah purchase order disetujui, seluruh proses pengadaan dilanjutkan melalui modul e-Kontrak, yang mencatat:

  • Detail barang/jasa yang dibeli;
  • Nilai kontrak dan termin pembayaran;
  • Tanggal pengiriman dan berita acara serah terima (BAST);
  • Tanda tangan elektronik antara PPK dan penyedia;
  • Status pencairan dan progres realisasi keuangan.

Manfaat e-Kontrak:

  • Membangun jejak digital (audit trail) untuk seluruh transaksi;
  • Memudahkan pelaporan ke kecamatan dan kabupaten;
  • Mencegah perubahan kontrak tidak sah (karena sistem akan menolak modifikasi tanpa persetujuan resmi);
  • Menjadi alat pembuktian hukum jika terjadi sengketa atau pemeriksaan inspektorat/BPK.

6. Pengawasan dan Pelaporan

Implementasi pengadaan barang/jasa di tingkat desa, sebagaimana diatur dalam Perpres 46 Tahun 2025, tidak cukup hanya dilaksanakan. Ia juga harus diawasi dan dilaporkan secara berkala melalui mekanisme yang transparan, terdokumentasi, dan berbasis sistem elektronik. Oleh karena itu, UKPBJ Desa wajib melaksanakan fungsi pengawasan internal dan pelaporan eksternal secara sistematis, demi menjamin bahwa belanja APB‑Desa berjalan sesuai rencana, tepat sasaran, dan bebas dari penyimpangan.

Berikut adalah penjabaran tugas-tugas pengawasan dan pelaporan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Desa melalui UKPBJ:

6.1 Monitoring Progres Fisik dan Keuangan

Monitoring pelaksanaan pengadaan dilakukan secara berkala dan berlapis, meliputi:

  • Monitoring fisik, yaitu pencatatan dan pelaporan progres nyata dari hasil pekerjaan, seperti pembangunan fisik, pengadaan peralatan, dan pelaksanaan jasa.
  • Monitoring keuangan, yaitu pelacakan penggunaan anggaran yang telah dibayarkan ke penyedia, termasuk uang muka, termin pembayaran, dan pelunasan.

Untuk mendukung akuntabilitas, UKPBJ Desa harus menggunakan:

  • e-Monitoring atau sistem digital pelaporan (jika tersedia di tingkat kabupaten/provinsi),
  • Atau, format Excel/dokumen offline yang dapat diunggah secara periodik ke dashboard PBJ melalui kecamatan atau Dinas PMD.

Setiap laporan monitoring minimal mencakup:

  • Nama paket pengadaan dan nilainya,
  • Status progres (% fisik dan keuangan),
  • Kendala di lapangan,
  • Foto dokumentasi terkini,
  • Rencana tindak lanjut atau revisi jadwal (jika ada keterlambatan).

Best practice: Foto harus menyertakan timestamp dan papan proyek atau bukti lokasi, agar dapat diverifikasi oleh inspektorat secara daring maupun kunjungan lapangan.

6.2 Penghitungan dan Pelaporan Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN)

Salah satu tugas strategis desa dalam pelaporan pengadaan adalah menghitung dan melaporkan Indeks Kepatuhan PDN, yakni persentase realisasi belanja yang dialokasikan kepada:

  • UMKM/koperasi lokal, dan
  • Penyedia dengan produk bersertifikat TKDN.

Langkah-langkahnya:

  1. Mengidentifikasi kontrak-kontrak yang memenuhi kriteria PDN;
  2. Menjumlahkan nilai kontrak PDN vs total APB‑Desa yang digunakan untuk pengadaan barang/jasa;
  3. Menghitung indeks dengan rumus:Indeks PDN=(Anggaran PDNTotal Anggaran PBJ)×100\text{Indeks PDN} = \left( \frac{\text{Anggaran PDN}}{\text{Total Anggaran PBJ}} \right) \times 100Indeks PDN=(Total Anggaran PBJAnggaran PDN​)×100
  4. Membandingkan capaian dengan target nasional: ≥ 40%.

Indeks PDN ini kemudian dilaporkan ke:

  • Kecamatan, sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan harian;
  • Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) kabupaten;
  • Inspektorat Daerah, untuk kepentingan audit dan evaluasi.

Jika indeks masih di bawah target, desa harus menyampaikan justifikasi dan rencana perbaikan, misalnya: memperluas basis data UMKM desa, pelatihan penyedia lokal agar masuk e‑Katalog, atau memecah paket agar bisa diakses UMKM.

6.3 Pelaporan Triwulan dan Tahunan

Untuk menjaga ritme akuntabilitas dan keterpaduan antar-level pemerintahan, Pemerintah Desa wajib menyampaikan laporan PBJ minimal setiap tiga bulan (triwulan). Laporan tersebut mencakup:

  1. Realisasi Rencana Umum Pengadaan (RUP):
    • Paket-paket yang sudah terlaksana,
    • Paket yang tertunda atau batal,
    • Penyesuaian jadwal dan anggaran (jika ada).
  2. Indeks Kepatuhan PDN:
    • Persentase penggunaan produk dalam negeri,
    • Paket yang melibatkan UMKM atau penyedia lokal,
    • Penjelasan atas capaian dan hambatan.
  3. Capaian Kuota 40% UMKM:
    • Daftar penyedia UMKM yang dilibatkan,
    • Nilai kontrak mereka terhadap total belanja,
    • Evaluasi kinerja penyedia UMKM.
  4. Laporan Progres Fisik dan Keuangan:
    • Data terperinci per kegiatan,
    • Bukti fisik (foto, dokumentasi),
    • Progres keuangan disertai realisasi SPJ.

Format pelaporan biasanya disediakan oleh DPMD atau UKPBJ kabupaten, dan wajib diarsipkan oleh desa untuk keperluan audit serta pelaporan ke kementerian/lembaga (jika diminta).

Dengan sistem pengawasan dan pelaporan yang aktif, UKPBJ Desa bukan hanya menjalankan pengadaan, tetapi juga menjamin pengawasan internal dan kepatuhan regulatif. Ini sekaligus menghindarkan desa dari potensi sanksi administratif, tuduhan penyimpangan, serta membangun reputasi positif desa sebagai entitas yang bertanggung jawab dalam mengelola uang negara secara transparan.

7. Pelatihan Kapasitas SDM Desa

Salah satu prasyarat penting untuk keberhasilan PBJ di tingkat desa adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Aparat desa, khususnya anggota UKPBJ, membutuhkan keterampilan teknis dan administratif yang memadai agar mampu menjalankan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan pengadaan secara profesional.

Berikut bentuk-bentuk pelatihan yang perlu difasilitasi:

7.1 Sertifikasi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Desa

PPK di lingkungan desa wajib memiliki sertifikat kompetensi PBJ sesuai dengan jenis paket yang akan dikelola. Sertifikasi ini bisa diperoleh melalui:

  • Pelatihan formal LKPP yang bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP);
  • Pelatihan berbasis e-learning atau tatap muka melalui DPMD provinsi/kabupaten.

Jenis pelatihan yang umum untuk PPK Desa:

  • Tipologi pekerjaan konstruksi ringan (misalnya pembangunan jalan desa),
  • Pengadaan barang sederhana,
  • Jasa lainnya (kebersihan, konsumsi, dll.).

Catatan penting: Tanpa sertifikat, PPK tidak sah menandatangani kontrak, dan dokumen tersebut bisa dinyatakan tidak valid dalam audit.

7.2 Workshop e-Procurement

Pelatihan ini fokus pada penguasaan teknis sistem elektronik pengadaan, meliputi:

  • Pembuatan dan unggah RUP di sistem nasional,
  • Cara menggunakan e‑Katalog dan melaksanakan e‑Purchasing,
  • Pembuatan dan pengunggahan e‑Kontrak,
  • Pengisian dashboard e‑Monitoring dan pelaporan triwulan,
  • Perhitungan dan pelaporan Indeks Kepatuhan PDN,
  • Dokumentasi digital untuk audit (scan, upload, backup).

Pelatihan dilakukan secara bertahap, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, atau melalui program Kemendagri dan LKPP.

Desa yang memiliki koneksi internet bisa mengikuti versi daring (online learning), sedangkan desa di daerah tertinggal bisa difasilitasi oleh tim pendamping UKPBJ kabupaten.

7.3 Pendampingan dan Pemberdayaan UMKM Lokal

Desa juga berperan aktif dalam memberdayakan UMKM lokal sebagai penyedia. Agar UMKM siap terlibat, mereka perlu didampingi melalui:

  • Pelatihan penghitungan TKDN untuk produk mereka,
  • Bimbingan teknis pengurusan NIB dan sertifikasi usaha,
  • Cara mendaftar di e-Katalog atau lokapasar daerah,
  • Simulasi pengadaan dengan sistem uang muka (min. 50%),
  • Manajemen sederhana untuk pengelolaan kontrak dan pelaporan pajak.

Dinas Koperasi/UKM dan DPMD setempat dapat menggelar Klinik UMKM Desa, atau menugaskan tim fasilitator lapangan agar UMKM warga dapat masuk ke ekosistem PBJ secara berkelanjutan.

8. Kolaborasi dengan UMKM dan Komunitas Lokal

Perpres 46 Tahun 2025 memberikan ruang yang luas bagi desa untuk tidak hanya menjadi pelaksana pengadaan, tetapi juga menjadi agen pemberdayaan ekonomi lokal. Salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan PBJ desa adalah kemitraan yang kuat antara UKPBJ Desa dengan UMKM, koperasi, BUMDes, dan komunitas lokal. Kolaborasi ini bertujuan agar dana desa yang dibelanjakan benar-benar kembali ke desa dalam bentuk manfaat ekonomi, keterlibatan sosial, dan peningkatan kapasitas usaha warga.

Berikut adalah bentuk-bentuk kolaborasi strategis yang dapat dilakukan:

8.1 Fasilitasi Inkubasi UMKM Desa

Desa dapat mendorong terbentuknya ekosistem UMKM yang produktif dan siap mengikuti proses pengadaan, melalui inkubasi yang difasilitasi oleh:

  • Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai mitra utama, yang dapat:
    • Mengembangkan lini produksi sesuai kebutuhan desa (contoh: seragam, meubel kantor, alat pertanian, makanan lokal).
    • Bertindak sebagai aggregator untuk pesanan besar, menyatukan UMKM kecil ke dalam skema produksi bersama.
  • Koperasi Desa atau kelompok usaha produktif, sebagai pelaksana pengadaan skala menengah-misalnya katering untuk kegiatan desa, jasa kebersihan, atau penyedia bibit tanaman.

Langkah fasilitasi inkubasi meliputi:

  • Identifikasi UMKM potensial di desa, termasuk usaha rumahan;
  • Pendampingan legalitas dan pendaftaran NIB serta TKDN (jika berlaku);
  • Penyusunan standar mutu produk;
  • Pelatihan pemasaran dan pengemasan;
  • Bekerja sama dengan Dinas Koperasi/UMKM untuk inkubasi lanjutan.

Dengan inkubasi ini, desa tidak hanya memanfaatkan UMKM sebagai penyedia, tapi juga menciptakan UMKM yang tangguh dan siap bersaing di luar desa.

8.2 Forum Musyawarah Pengadaan

Salah satu pendekatan yang unik dan khas desa adalah penggunaan musyawarah sebagai forum dialog dan pengambilan keputusan. Dalam konteks pengadaan, desa bisa menyelenggarakan:

  • Forum Musyawarah Pengadaan Desa (FMPD)
    • Diadakan minimal setahun sekali atau sebelum penyusunan RUP,
    • Mengundang pelaku UMKM, tokoh masyarakat, kelompok tani, kelompok perempuan, dan pemuda.
    • Menjadi sarana menggali kebutuhan barang/jasa yang benar-benar relevan, bukan sekadar proyek administratif.

Manfaat forum ini:

  • Mencegah paket pengadaan yang tidak dibutuhkan atau mubazir;
  • Memastikan belanja APB-Desa bersifat inklusif dan adil;
  • Memberi masukan langsung pada klasifikasi kegiatan yang dapat melibatkan UMKM lokal;
  • Menumbuhkan partisipasi dan kepedulian warga terhadap belanja desa.

Desa dapat mencatat masukan forum sebagai bagian dari berita acara RUP dan menjadikannya dokumen pendukung transparansi dan keterbukaan publik.

8.3 Kemitraan Rantai Pasok

Kolaborasi tidak berhenti di tingkat desa. UMKM desa bisa dijembatani untuk bermitra dengan pelaku usaha yang lebih besar di tingkat kabupaten atau provinsi, terutama jika produk/jasanya belum sepenuhnya memenuhi standar untuk masuk e-Katalog nasional.

Bentuk kemitraan rantai pasok yang bisa difasilitasi desa:

  • Subkontrak atau joint production: UMKM bekerja sama dengan perusahaan besar sebagai mitra produksi, penyedia bahan baku, atau unit perakitan lokal.
  • Distribusi lokal produk TKDN: Desa dapat menjadi outlet penjualan atau pusat distribusi produk yang memiliki nilai TKDN, sehingga pengadaan tidak perlu melalui logistik luar daerah.
  • Peningkatan kualitas dan sertifikasi: Melalui kerja sama dengan UKPBJ kabupaten atau dinas perindustrian, UMKM desa dibantu untuk memenuhi standar teknis yang diperlukan untuk masuk e-Katalog.

Kemitraan ini dapat memperluas akses pasar UMKM desa, meningkatkan skala ekonomi, dan mendorong munculnya rantai pasok yang berkelanjutan dan berbasis lokal.

9. Manfaat dan Tantangan

9.1 Manfaat

  1. Transparansi APB-Desa
    • Seluruh proses pengadaan, dari RUP hingga kontrak dan pelaporan, terdokumentasi secara digital dan dapat dipantau secara terbuka oleh publik dan aparat pengawas.
    • Mengurangi ruang transaksi gelap atau pengadaan fiktif.
  2. Pemberdayaan Ekonomi Lokal
    • Belanja APB‑Desa yang mengalir ke UMKM setempat mendorong pertumbuhan ekonomi mikro.
    • Warga desa mendapatkan peluang usaha, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat daya beli lokal.
  3. Akuntabilitas yang Terjaga
    • Dengan adanya e-Kontrak, e-Purchasing, dan e-Monitoring, setiap transaksi bisa ditelusuri jejaknya (audit trail), baik untuk kepentingan pemeriksaan internal maupun lembaga eksternal seperti BPK atau Inspektorat.
    • Desa terlindungi dari risiko pelanggaran administratif atau pidana karena seluruh pengadaan berbasis prosedur.

9.2 Tantangan

  1. Infrastruktur Digital yang Belum Merata
    • Keterbatasan jaringan internet di desa-desa terpencil masih menjadi kendala utama dalam implementasi sistem e-procurement.
    • Beberapa desa bahkan belum memiliki perangkat komputer dan SDM IT yang memadai.
  2. Kapasitas SDM Pemerintah Desa
    • Aparatur desa, termasuk PPK dan tim UKPBJ, memerlukan waktu, pelatihan, dan pendampingan yang konsisten untuk memahami seluruh fitur sistem digital PBJ.
    • Beban administrasi tambahan bisa menjadi tantangan, terutama bagi desa kecil dengan jumlah perangkat terbatas.
  3. Dokumentasi dan Validasi Penyedia
    • Untuk menghitung Indeks Kepatuhan PDN dengan benar, dibutuhkan dokumen valid seperti sertifikat TKDN, NIB UMKM, dan bukti legalitas usaha.
    • Di banyak desa, pelaku UMKM belum familiar atau kesulitan mengurus sertifikasi ini sendiri.

Solusi atas tantangan ini memerlukan dukungan dari pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat, baik dalam bentuk infrastruktur, pelatihan berjenjang, pendampingan teknis, hingga integrasi sistem lintas level pemerintahan.

10. Kesimpulan

Perpres 46 Tahun 2025 telah membawa Pemerintah Desa masuk dalam arus utama transformasi pengadaan nasional. Tidak lagi sebagai pelaksana pasif, desa kini berperan aktif dalam:

  1. Membentuk UKPBJ Desa yang profesional,
  2. Menyusun RUP secara terbuka dan berpihak pada kebutuhan riil,
  3. Melaksanakan pengadaan digital melalui e-Purchasing dan e-Kontrak,
  4. Melakukan monitoring real-time dan melaporkan indeks kepatuhan PDN,
  5. Meningkatkan kapasitas SDM pengelola PBJ, serta
  6. Berkolaborasi erat dengan UMKM dan komunitas lokal untuk memperkuat ekonomi desa.

Implementasi tugas-tugas ini tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban regulasi, tetapi sekaligus membuka peluang besar bagi desa untuk:

  • Menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal,
  • Meningkatkan partisipasi dan kepercayaan publik,
  • Menjadi model pemerintahan desa yang transparan, efisien, dan berdaya saing.

Dengan komitmen, pendampingan, dan kesiapan infrastruktur, desa dapat menjadikan pengadaan sebagai alat pembangunan dan pemberdayaan yang nyata, bukan sekadar proses administratif. Ini adalah era baru bagi desa: era pengadaan yang cerdas, pro-rakyat, dan penuh nilai tambah.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 943

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *