Panduan Singkat Alokasi 40% untuk UMKM Berdasar Perpres 46/2025

1. Pendahuluan

Pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) bukan hanya sekadar proses administratif untuk memenuhi kebutuhan operasional negara. Ia juga merupakan alat strategis kebijakan ekonomi, terutama dalam mendorong pemerataan dan pemberdayaan pelaku usaha kecil di Indonesia. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 mengukuhkan peran penting ini dengan memberikan penegasan khusus terhadap keberpihakan negara kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta koperasi dalam negeri.

Salah satu kebijakan utama dalam perpres ini adalah alokasi minimal 40% dari total pagu anggaran PBJP kepada UMKM atau koperasi dalam negeri. Ini bukan angka simbolik, tetapi target konkret yang wajib dicapai oleh setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah, termasuk oleh pemerintah desa. Artinya, dari setiap Rp100 miliar belanja pengadaan, setidaknya Rp40 miliar harus jatuh ke tangan UMKM atau koperasi yang telah memenuhi kriteria.

Namun, di lapangan, tidak semua pelaku PBJ memahami bagaimana cara menerjemahkan ketentuan ini ke dalam praktik yang efektif. Banyak PPK dan pejabat pengadaan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi UMKM yang layak, menyusun paket pengadaan yang cocok untuk mereka, serta memastikan agar pelibatan UMKM berjalan secara administratif sesuai prosedur.

Untuk menjawab tantangan tersebut, artikel ini disusun sebagai panduan singkat dan praktis, membekali PPK dan pelaku PBJ dengan pemahaman dasar, referensi hukum, mekanisme teknis, serta langkah-langkah sederhana namun strategis agar alokasi 40% untuk UMKM benar-benar tercapai dan bukan sekadar formalitas. Tujuan akhirnya: pengadaan pemerintah yang tidak hanya efisien secara anggaran, tetapi juga berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil di seluruh pelosok negeri.

2. Apa Itu Alokasi 40% untuk UMKM?

Secara sederhana, alokasi 40% untuk UMKM berarti bahwa dari keseluruhan dana yang tersedia untuk pengadaan barang/jasa oleh instansi pemerintah, sekurang-kurangnya 40% nilai anggaran tersebut harus diberikan kepada pelaku UMKM atau koperasi yang sah dan terverifikasi. Yang dimaksud dengan “diberikan” di sini bukan dalam bentuk bantuan langsung atau hibah, melainkan melalui kontrak pengadaan, baik melalui mekanisme e-purchasing, penunjukan langsung, maupun metode pengadaan lainnya yang sesuai ketentuan.

Kebijakan ini bukan muncul tanpa alasan. Selama bertahun-tahun, pengadaan pemerintah cenderung didominasi oleh penyedia besar yang memiliki kapasitas administratif dan finansial lebih kuat. Sementara itu, UMKM-meskipun jumlahnya sangat besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia-sering kali kesulitan menembus sistem pengadaan karena berbagai keterbatasan, mulai dari akses informasi, kesanggupan mengikuti tender, hingga pemenuhan dokumen persyaratan.

Dengan kewajiban alokasi 40% ini, negara ingin membalikkan kecenderungan tersebut, agar dana pengadaan publik bisa membuka ruang yang lebih luas bagi pelaku usaha lokal dan kecil, yang selama ini hanya menjadi penonton.

Kebijakan ini bertujuan untuk:

  • Memberdayakan UMKM dengan membuka akses pasar pemerintah
    Pemerintah adalah pembeli terbesar di negeri ini. Jika UMKM mendapat kesempatan menjual produk atau jasanya ke instansi pemerintah, mereka tidak hanya mendapatkan pemasukan, tapi juga pembelajaran dalam skala usaha yang lebih besar dan menantang.
  • Menyebarkan multiplier effect melalui perputaran uang di level usaha mikro dan desa
    Kontrak kepada UMKM berdampak langsung ke ekonomi lokal. Uang belanja pemerintah akan lebih cepat berputar di daerah, menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya beli, dan menumbuhkan ekonomi akar rumput.
  • Memperkuat ekosistem pengadaan inklusif yang tidak hanya didominasi oleh penyedia besar
    Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah keadilan ekonomi. Setiap pelaku usaha, besar maupun kecil, diberi ruang dan akses yang proporsional untuk bersaing dan berkontribusi terhadap pembangunan nasional melalui skema PBJ yang adil dan terbuka.

3. Dasar Hukum

Ketentuan mengenai alokasi minimal 40% untuk UMKM dalam pengadaan barang/jasa pemerintah bukan hanya arahan normatif, tetapi diatur secara eksplisit dan mengikat dalam regulasi tertinggi di bidang PBJ, yaitu:

3.1. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

  • Pasal 20 ayat 3 huruf d menyatakan:

    “PPK wajib mengalokasikan paling sedikit 40% dari pagu anggaran PBJP untuk produk/jasa UMKM dan koperasi dalam negeri.”

Artinya, setiap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus menjamin secara aktif bahwa dari seluruh pagu belanja pengadaan yang mereka kelola, minimal 40% nilainya masuk ke kantong UMKM atau koperasi. Ini bukan sekadar harapan, tapi kewajiban normatif yang jika tidak dipenuhi, dapat berdampak pada evaluasi kinerja dan penilaian kepatuhan instansi terhadap prinsip PBJ nasional.

3.2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

UU ini menjadi dasar hukum dalam menetapkan siapa yang tergolong sebagai UMKM. Kriteria UMKM mencakup:

  • Skala usaha berdasarkan jumlah aset dan omzet tahunan,
  • Bentuk hukum (bisa perorangan, CV, koperasi, atau PT kecil),
  • Domisili dan legalitas yang sesuai (memiliki NIB, terdaftar OSS, dan/atau izin operasional lainnya).

Dengan demikian, dalam konteks PBJP, yang dimaksud UMKM bukan sekadar usaha kecil-kecilan yang tidak terdaftar, tetapi UMKM yang memiliki legalitas dan layak menjadi penyedia jasa/barang untuk pemerintah.

3.3. PP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam aturan ini ditegaskan bahwa pengadaan oleh pemerintah daerah-termasuk oleh desa-harus mengacu pada prinsip-prinsip afirmasi, keberlanjutan, dan akuntabilitas. Ini memberikan kekuatan hukum tambahan bagi kebijakan afirmatif dalam PBJP, termasuk kewajiban alokasi kepada UMKM.

4. Mekanisme Perhitungan Alokasi 40% untuk UMKM

Agar kewajiban alokasi 40% kepada UMKM dapat dilaksanakan secara terukur dan akuntabel, PPK dan pelaku pengadaan wajib memahami cara menghitungnya secara benar. Proses ini tidak sulit, tetapi membutuhkan kedisiplinan pencatatan, klasifikasi kontrak, dan verifikasi penyedia. Berikut langkah-langkah rinci perhitungannya:

4.1. Tentukan Total Pagu Anggaran PBJP

Langkah pertama adalah menghitung total pagu anggaran PBJP, yaitu keseluruhan dana yang disiapkan untuk kegiatan pengadaan barang/jasa selama satu tahun anggaran. Pagu ini mencakup semua jenis kegiatan, baik:

  • Pengadaan barang rutin (ATK, komputer, kendaraan),
  • Jasa layanan umum (kebersihan, keamanan, pelatihan),
  • Pekerjaan konstruksi (rehab kantor, pembangunan sarana),
  • Jasa konsultansi (perencanaan teknis, audit, desain), dan lain-lain.

Catatan: Pagu yang dihitung adalah seluruh nilai pengadaan, baik yang bersumber dari APBN, APBD, Dana Desa, atau dana transfer pusat.

4.2. Identifikasi Paket yang Dapat Dikerjakan UMKM

Langkah berikutnya adalah memilah paket mana saja yang secara realistis dapat diikuti oleh pelaku UMKM/koperasi. Ciri-cirinya:

  • Nilai kontraknya relatif kecil (< Rp 200 juta),
  • Spesifikasi tidak terlalu kompleks,
  • Tidak membutuhkan alat berat atau teknologi tinggi,
  • Lokasi kerja di wilayah lokal tempat UMKM beroperasi.

Paket seperti pengadaan konsumsi, perlengkapan kantor, tenda acara, layanan kebersihan, atau pembangunan skala ringan seringkali bisa dikerjakan oleh UMKM setempat.

Verifikasi UMKM: Pastikan penyedia tersebut terdaftar secara sah sebagai UMKM melalui:

  • e-Katalog LKPP (kolom klasifikasi usaha),
  • OSS (Online Single Submission),
  • Dinas Koperasi atau portal pemerintah daerah.

UMKM yang belum memiliki NIB atau belum masuk sistem resmi tidak bisa dihitung dalam persentase capaian 40%.

4.3. Hitung Nilai Kontrak UMKM

Jumlahkan total nilai kontrak yang telah ditandatangani dengan penyedia UMKM/koperasi. Hanya kontrak yang sah dan didukung dokumen lengkap (SPK, e-Kontrak, atau berita acara) yang bisa dimasukkan dalam perhitungan.

Ingat: Bila ada kontrak multiyears, hanya bagian nilai tahun berjalan yang dimasukkan ke dalam total tahunan.

4.4. Gunakan Rumus Perhitungan Standar

Gunakan rumus berikut untuk menghitung capaian alokasi UMKM:

Persentase UMKM=(Total Pagu Anggaran PBJPTotal Nilai Kontrak UMKM​)×100%

Contoh:

  • Total anggaran PBJP tahun 2025 = Rp 10 miliar
  • Nilai kontrak dengan UMKM/koperasi = Rp 4,7 miliar

Maka:

104,7×100%=47%

Instansi tersebut telah memenuhi target alokasi 40%.

4.5. Bandingkan Hasilnya dengan Batas Minimal 40%

Jika hasilnya masih di bawah 40%, PPK wajib segera menyesuaikan strategi, seperti:

  • Menambah paket baru yang bisa ditujukan kepada UMKM,
  • Memecah paket besar menjadi beberapa paket kecil,
  • Melakukan re-tender dengan penyedia UMKM,
  • Mendorong pelaku UMKM lokal mendaftar ke sistem pengadaan.

5. Langkah Praktis untuk Mencapai Target 40%

Agar capaian 40% tidak hanya ada di atas kertas, berikut adalah langkah-langkah praktis yang bisa langsung diterapkan:

5.1. Perencanaan Sejak Awal

  • Tandai sejak RUP (Rencana Umum Pengadaan) bahwa minimal 40% pagu diarahkan untuk UMKM.
  • Libatkan bagian perencanaan, keuangan, dan teknis dalam menetapkan jenis paket yang cocok untuk UMKM.
  • Buat pemetaan berdasarkan triwulan agar pelibatan UMKM tidak menumpuk di akhir tahun.

5.2. Pemecahan Paket Besar

  • Jika suatu kegiatan bernilai besar dan sulit dijangkau UMKM, pecah menjadi sub-paket yang lebih kecil.Misalnya:
    • Pengadaan ATK Rp 400 juta → bisa dipecah menjadi 4 kali pengadaan Rp 100 juta/kuartal.
    • Pekerjaan rehab kantor → pecah berdasarkan lantai, ruangan, atau tahapan waktu.

Catatan: Pemecahan paket harus sah secara administrasi dan tidak bertentangan dengan prinsip efisiensi dan larangan pemecahan semu.

5.3. Sosialisasi dan Rekrutmen UMKM Lokal

  • Gelar pelatihan atau workshop kepada pelaku UMKM lokal agar mereka:
    • Memahami proses pengadaan pemerintah,
    • Bisa mendaftarkan diri ke e-Katalog/lokapasar,
    • Menyiapkan dokumen legalitas usaha (NIB, NPWP, SKUMKM),
    • Menyusun penawaran yang kompetitif.
  • Buat database UMKM desa/kecamatan yang berisi nama usaha, jenis layanan/barang, alamat, dan nomor kontak aktif.

5.4. Gunakan Skema Penunjukan Langsung

  • Untuk paket < Rp 200 juta, gunakan metode penunjukan langsung kepada UMKM yang telah terverifikasi.
  • PPK wajib memastikan penyedia tersebut tidak sedang bermasalah dan memiliki kemampuan teknis memadai.

5.5. Terapkan Uang Muka Minimal 50%

  • Permudah akses modal UMKM dengan memberikan uang muka minimal 50% dari nilai kontrak, sebagaimana diatur dalam Perpres 46/2025.
  • Pastikan dokumen jaminan dan surat pernyataan penggunaan uang muka diunggah sesuai ketentuan.

5.6. Monitoring Real-Time

  • Buat dashboard internal atau spreadsheet yang menampilkan:
    • Total paket PBJP,
    • Nilai pagu,
    • Nilai kontrak UMKM,
    • Persentase capaian 40%,
    • Jadwal realisasi.
  • Laporkan capaian per triwulan ke PA/KPA, UKPBJ, atau Dinas teknis agar bisa segera diambil tindakan korektif bila realisasi belum mencapai target.

5.6. Manfaat Pencapaian 40%

Ketika instansi berhasil mengalokasikan minimal 40% PBJP kepada UMKM, manfaat yang dirasakan bukan hanya administratif, tetapi berdampak nyata bagi ekonomi dan pembangunan sosial. Berikut tiga dampak utama:

6.1. Pemberdayaan Ekonomi Lokal

  • Kontrak dari pemerintah memberikan aliran modal yang stabil dan signifikan bagi UMKM, terutama yang berada di wilayah desa, kecamatan, atau kota kecil.
  • Uang dari APBD/APBN yang masuk ke UMKM akan langsung digunakan untuk:
    • Pembelian bahan baku lokal,
    • Pembayaran tenaga kerja setempat,
    • Investasi alat produksi,
    • Penambahan kapasitas usaha.

Hasilnya: roda ekonomi mikro terus berputar, memperkuat ketahanan ekonomi daerah.

6.2. Efek Multiplier Ekonomi

  • Setiap kontrak pengadaan kepada UMKM menciptakan rantai ekonomi lokal yang panjang:
    • Vendor kecil menyerap tenaga kerja,
    • Membeli produk dari sesama pelaku usaha kecil,
    • Membayar sewa ruko, membayar pajak, dan menyumbang pendapatan daerah.

Artinya, satu kontrak kecil bisa menghidupi lebih banyak pihak dibanding kontrak besar yang hanya dikerjakan oleh korporasi besar dan outsourcing luar daerah.

6.3. Percepatan Inovasi dan Daya Saing UMKM

  • UMKM yang mendapat kepercayaan dari pemerintah akan:
    • Termotivasi meningkatkan kualitas produk,
    • Mengurus legalitas dan sertifikasi TKDN,
    • Belajar menyusun penawaran dan mengikuti sistem e-Purchasing.

Akhirnya, UMKM tidak hanya menjadi pelengkap proyek, tetapi naik kelas sebagai mitra strategis pemerintah yang mampu menyuplai barang/jasa dalam skala dan kualitas yang baik.

7. Tantangan dan Solusi dalam Mencapai Alokasi 40% untuk UMKM

Meskipun kebijakan alokasi minimal 40% untuk UMKM sangat strategis dan berpihak pada usaha kecil, implementasinya di lapangan tidak selalu mudah. Banyak instansi menghadapi berbagai hambatan teknis, administratif, hingga struktural. Namun, semua tantangan tersebut memiliki solusi praktis yang dapat diterapkan secara bertahap dan berkelanjutan.

Berikut adalah empat tantangan umum yang kerap dihadapi beserta solusi yang dapat dijalankan oleh PPK, UKPBJ, dan pemangku kebijakan lainnya:

Tantangan Solusi Praktis
1. Kapasitas Administratif UMKM Terbatas Banyak UMKM tidak memahami cara membuat dokumen penawaran, tidak memiliki NIB, atau tidak tahu cara mengikuti e‑purchasing.
Solusi: Adakan klinik e-procurement di balai desa atau kecamatan untuk:
– Melatih pembuatan dokumen (HPS, penawaran, profil usaha)
– Pendampingan registrasi OSS dan e‑Katalog
– Pelatihan sederhana pengisian dokumen penawaran
2. Paket Besar Tidak Ramah UMKM Banyak paket pengadaan masih dirancang terlalu besar atau kompleks sehingga UMKM kesulitan bersaing atau bahkan tidak bisa ikut.
Solusi: Terapkan strategi pemecahan paket logis yang tetap efisien namun membuka ruang untuk UMKM, seperti:
– Membagi paket berdasarkan lokasi, waktu, atau komponen pekerjaan
– Gunakan skema bloking atau konsorsium UMKM + supplier utama jika memungkinkan
– Tambahkan syarat afirmasi untuk UMKM lokal dalam tender terbatas
3. Data UMKM Kurang Lengkap dan Terintegrasi Banyak instansi tidak memiliki data UMKM lokal yang valid dan terstruktur, sehingga kesulitan menjangkau mereka secara aktif.
Solusi: Bangun database UMKM lokal di level desa/kecamatan, bekerja sama dengan:
– Dinas Koperasi dan UKM
– BUMDes, koperasi desa, atau lembaga swadaya
– Forum UMKM kecamatan untuk memutakhirkan data secara berkala
4. Kurangnya Sistem Monitoring Real-Time Banyak instansi belum memiliki sistem pelacakan realisasi kontrak UMKM secara cepat dan akurat.
Solusi: Buat dashboard internal sederhana menggunakan Microsoft Excel atau Google Sheet yang berisi:
– Daftar paket UMKM, nilai kontrak, status pelaksanaan
– Persentase capaian target 40% per bulan/kuartal
– Indeks PDN sebagai indikator pendukung

Dengan kombinasi solusi teknis, dukungan kebijakan, dan partisipasi masyarakat lokal, semua tantangan ini dapat diatasi. Kuncinya adalah inisiatif aktif dari PPK dan UKPBJ, bukan menunggu UMKM datang sendiri.

8. Kesimpulan

Kebijakan alokasi 40% PBJP untuk UMKM yang ditegaskan dalam Perpres 46 Tahun 2025 adalah lebih dari sekadar ketentuan administratif. Ia merupakan langkah konkret negara untuk menjadikan pengadaan barang/jasa sebagai alat pemberdayaan ekonomi lokal dan penggerak keadilan sosial ekonomi.

Jika diterjemahkan dengan cermat, alokasi 40% bukan hanya target angka, melainkan:

  • Pengakuan atas potensi besar UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional,
  • Komitmen pemerintah untuk membuka akses pasar yang lebih luas dan adil,
  • Peluang strategis bagi PPK dan pejabat pengadaan untuk memperkuat dampak belanja pemerintah melalui kontrak yang memberdayakan.

Dengan penerapan langkah-langkah seperti:

  • Menyusun RUP yang ramah UMKM,
  • Memecah paket besar secara sah,
  • Mendampingi UMKM masuk ke ekosistem e‑procurement,
  • Dan memantau realisasi kontrak secara aktif,

maka target 40% bukan hal yang sulit dicapai, bahkan bisa dilampaui.

Yang dibutuhkan hanyalah kesadaran kolektif, kemauan teknis, dan dukungan antar-lini pemerintahan.

Ketika kontrak PBJ jatuh ke tangan UMKM, maka kita tidak hanya menjalankan regulasi, tapi juga menciptakan peluang kerja, menghidupkan pasar lokal, dan membangun kemandirian ekonomi desa dan kota kecil.

Alokasi 40% untuk UMKM adalah wujud nyata dari pengadaan publik yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan. Kini, saatnya menjadikan kebijakan ini bukan hanya aturan, tapi juga budaya kerja baru dalam setiap proses pengadaan pemerintah.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 943

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *