Optimalisasi UMKM Melalui Perumusan Kebijakan yang Tepat Guna dengan Pemanfaatan Big Data Analytics

Teknologi merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang diserap dari kata bahasa Inggris technology, dan jauh sebelum itu kata technology diyakini berasal dari kata techne dalam bahasa Yunani, yang artinya adalah wacana seni. Penggunaan teknologi saat ini umum digunakan untuk membantu mempermudah aktivitas manusia yang sifatnya teknis, seperti contohnya pemanfaatan jaringan internet berbasis informasi yang digunakan untuk memesan makanan melalui ojek online.

Awal mula penggunaan kata technology dipelopori oleh ilmuwan sosial asal Amerika yang bernama Thorstein Veblen pada awal abad ke 20. Sebelumya penggunaan kata technology hanyalah sebatas pengkajian terhadap seni-seni industri, namun seiring dengan perkembangan zaman dan juga adanya revolusi industri di Eropa, penggunaan kata technology diperluas maknanya menjadi sebuah seni penciptaan alat dalam industri, sehingga dalam seni tersebut menghasilkan suatu karya yang berbentuk fisik.

Saat inipun perkembangan teknologi tidak hanya sebagai sebuah ilmu praktis yang sifatnya teknis, namun sudah berkembang menjadi salah satu pondasi ilmu pengetahuan ilmiah secara luas. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya bidang ilmu yang didasari oleh teknologi, sehingga dewasa ini memunculkan definisi baru dari teknologi. Definisi baru tersebut adalah suatu kumpulan alat, aturan, dan juga prosedur yang merupakan penerapan dari sebuah pengetahuan ilmiah terhadap sebuah pekerjaan tertentu yang dapat meningkatkan nilai tambah (Manuel Castells, 2004 ; Miarso, 2007).

Salah satu bentuk teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah dalam sebuah pekerjaan adalah teknologi informasi. Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams dan Sawyer, 2003). Fungsi dari teknologi informasi adalah menangkap (capture), mengolah (processing), menghasilkan (generating), menyimpan (store), mencari kembali (retrival), dan transmisi (transmission) data dan informasi melalui jaringan komputer.

Decision Making Melalui Penggunaan Big Data Dalam Pengoptimalan Sektor UMKM

Big Data merupakan perkembangan dari penggunaan teknologi informasi yang biasanya diidentikkan dengan data yang berukuran besar, sangat variatif, sangat cepat pertumbuhannya dan mungkin tidak terstruktur sehingga perlu diolah secara khusus dengan teknologi inovatif dan dapat menghasilkan informasi yang mendalam guna proses pengambilan keputusan yang lebih baik.

Konsep big data awal mula diperkenalkan pada tahun 1944, yang ketika itu digunakan untuk katalog buku-buku yang ada di perpustakaan. Salah seorang peneliti yang mengamati konsep big data dalam sebuah perpustakaan tersebut, memprediksikan bahwa pada tahun 2040 perpustakaan yang ia jadikan objek penelitian akan mempunyai 200 juta volume buku yang akan memenuhi 6000 mil rak buku. Konsep big data yang diidentikkan dengan paper ini terus dipakai oleh para peniliti dalam menafsirkan big data, hingga pada tahun 1990 seorang ilmuwan komputer dan penulis buku asal Amerika Peter James Denning memasukkan data digital dalam konsep big data. Semenjak saat itulah popularitas big data lebih dikenal sebagai kumpulan data digital daripada paper.

Dewasa ini penggunaan big data sudah sangat bervariatif, seperti contohnya penggunaan big data untuk dunia kesehatan. Dengan memanfaatkan data kesehatan yang berasal dari klinik, data kesehatan pasien, finansial, administrasi, hingga media sosial, yang kemudian dikumpulkan terpusat, maka data tersebut dapat diolah dan dianalisis untuk meningkatkan sektor kesehatan seperti melakukan prediksi penyakit dan mengetahui tingkat kesehatan penduduk di suatu negara.

Selain di sektor kesehatan, manfaat penggunaan big data juga kerap digunakan dalam dunia bisnis, seperti contohnya analisis terhadap perilaku konsumen, kemudian pemasaran produk, pembuatan produk baru, hingga proses pembuatan keputusan terkait dengan bisnis yang dijalankan. Untuk Pemerintah sendiri, adanya big data juga dapat digunakan untuk mempermudah dalam proses decision making, seperti contohnya untuk membantu mendorong dan mengoptimalkan peran UMKM dalam berkontribusi terhadap GDP (Groos Domestic Product) dan economic growth baik saat ini maupun di masa yang akan datang.

Kita ketahui bahwa selama ini permasalahan yang kerap dihadapi oleh UMKM adalah terkait dengan permodalan dan juga pendampingan. Banyak di luar sana para pengusaha mikro kecil yang bingung bagaimana cara mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya. Selain kendala modal, masalah pendampingan seperti proses perizinan, pembinaan sumber daya manusia, inovasi produk, dan layanan konsultasi, juga masih dirasa kurang dalam program pemberdayaan UMKM oleh Pemerintah. Permasalahan inilah yang kemudian mempersulit UMKM untuk tumbuh dan berkembang, sehingga potensinya dalam berkontribusi terhadap GDP dan economic growth belum bisa dioptimalkan.

Beberapa tahun terakhir ini kurang lebih ada sekitar 10 tahunan, muncul beberapa starup yang bergerak dalam jasa layanan pembiayaan kepada UMKM atau familiar dengan sebutan fintech (financial technology), seperti contohnya Investree, Amartha, Modalku, KoinWorks, dan Crowdo. Kelima starup fintech tersebut beroperasi dengan jenis layanan keuangan Peer to Peer Lending (P2P Lending) yang pada umumnya menghubungkan antara investor secara individu dengan UKM yang terdaftar sebagai borower (peminjam).

Adanya inovasi dalam layanan pembiayaan yang disediakan oleh starup fintech, ini memberikan alternatif dan juga kemudahan bagi para pengusaha mikro kecil, ketika mereka kesulitan mengajukan pembiayaan ke perbankan, yang mana perbankan terkenal dengan persyaratan yang sulit dipenuhi bagi pemodal kecil. Dengan demikian, satu permasalahan yang selama ini dihadapi oleh UMKM yang terkait dengan permodalan, ini bisa dijawab dengan solusi yang diberikan oleh layanan pembiayaan dari starup fintech, yang memberikan layanan yang mudah, cepat, dan efisien.

Namun, kebanyakan dari pengusaha mikro kecil, mereka gagal dalam menjalankan bisnisnya lantaran karena kurangnya pendampingan, sehingga mereka kalah bersaing dengan pengusaha-pengusaha besar yang menawarkan net economic benefit dan economic value yang lebih tinggi, dan fenomena seperti ini sering disebut dengan creative destruction. Seperti contohnya, pendirian minimarket dan supermarket di masyarakat semi pedesaan maupun desa yang mematikan pengusaha-pengusaha toko kelontong yang hanya bermodal kecil dan memiliki inovasi yang terbatas.

Dengan demikian, perlunya pendampingan bagi UMKM dirasa sangat perlu untuk mengoptimalkan perannya. Pemerintah selaku pengawas dan pengontrol jalannya bisnis UMKM harus berinovasi dalam memberikan layanannya kepada UMKM, yang layanan tersebut bisa berupa decision making yang tepat guna bagi UMKM, sehingga apa yang selama ini dibutuhkan oleh UMKM terkait dengan persoalan-persoalan internalnya akan dapat dijawab melalui pengamatan dan analisis yang mendalam terhadap data-data UMKM yang dikumpulkan dari berbagai macam sumber, atau istilahnya disebut dengan pemanfaatan big data UMKM.

Data-data yang dikumpulkan untuk digunakan dalam proses decision making bisa berasal dari media sosial, kementrian UMKM, dan yang terbaru adalah dari starup fintech yang menggarap sektor UMKM. Data-data tersebut kemudian dilakukan pemusatan pada satu server yang kemudian dilakukan penganalisisan.

Data-data yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah dalam proses decision making yang berasal dari media sosial, seperti contohnya adalah perilaku konsumen dalam mengonsumsi barang. Dengan teknologi big data, maka semua data yang berhubungan dengan konsumsi barang yang terdapat di media sosial akan dikumpulkan dan kemudian dilakukan penganalisisan terhadap data tersebut. Hasil dari analisis tersebut dapat mengetahui apa saja barang yang akhir-akhir ini sering dibutuhkan oleh konsumen, sehingga hasil analisis ini bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk memberikan layanan pendampingan kepada UMKM, seperti misalnya sosialisasi inovasi produk yang akhir-akhir ini sering dibutuhkan oleh konsumen, sehingga ketika dijual di pasar tidak ada ketakutan barang tidak laku dijual. Bagi produsen UMKM yang ingin mengembangkan bisnisnya, dengan adanya sosialisasi dan informasi ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi mereka, dengan demikian mereka dapat memproduksi jenis barang yang baru yang lebih tepat sasaran dan memiliki peluang besar untuk dapat laku di pasar.

Selain itu, analisis data juga dapat menggunakan data yang diambil dari Kementrian UMKM, misalnya seperti data tentang jumlah unit UKM, tenaga kerjanya, PDB-nya (Produk Domestik Bruto), total ekspornya, dan investasinya. Dengan pemanfaatan big data yang terpusat pada satu server, misalnya data ekspor produk UKM yang dikumpulkan menjadi satu dari keseluruhan data yang ada, ini dapat digunakan untuk membuat keputusan terkait dengan perizinan atau kemudahan bagi UMKM yang akan melakukan kegiatan ekspor ke luar negeri, tergantung bagaimana hasil analisis yang sudah dilakukan. Jika dalam hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM mengalami kendala dalam hal ekspor, maka kebijakan yang dapat diambil oleh Pemerintah misalnya, adalah mempermudah proses perizinannya, dan apabila kendalanya berasal dari pihak internal UMKM seperti contohnya menurunnya produksi karena kelangkaan bahan baku, maka Pemerintah dapat membantu dengan menyediakan impor barang baku dari luar negeri, sehingga produksi dapat berjalan lancar dan kegiatan ekspor dapat dilakukan kembali. Selain dari dua permasalahan tersebut, masih ada banyak permasalahan lainnya yang dapat diselesaikan dengan bantuan pemanfaatan big data yang terdapat pada data Kementrian UMKM.

Data yang berasal dari starup fintech juga dapat dimanfaatkan untuk dianalisis, dapat tersebut berupa misalnya seperti data perkembangan UMKM yang terdaftar sebagai borower. Seperti contohnya, salah satu starup fintech yang bukan hanya sebagai mediator dalam mempertemukan antara lender dan borower namun juga memberikan pelatihan dan pemantauan terhadap perkembangan UKM, yaitu adalah Amartha. Dengan program pemantauan perkembangan terhadap UKM yang terdaftar sebagai borower, tentunya Amartha memiliki berbagai data yang diperlukan oleh Pemerintah untuk digunakan dalam proses decision making melalui mekanisme analisis big data. Contoh data tersebut dapat berupa perkembangan jumlah produksi atau output, kemudian jumlah pekerjanya, penjualan produknya, ukuran tempat yang digunakan untuk operasi, dan rasio antara harga jual dan harga beli atau keuntungannya. Hasil dari analisisnya misalnya, adalah terjadi penurunan yang signifikan terhadap penjualan produk UMKM dari beberapa periode tahun penelitian, hasil data ini berarti diambil dari data jumlah penjualan produk UMKM yang selama ini dipantau oleh Amartha. Dari hasil analisis tersebut, Pemerintah kemudian dapat merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi permasalahan yang dialami, seperti contohnya kebijakan persaingan sehat dengan pengurangan distorsi pasar jika penyebab berkurangnya penjualan tersebut karena pasar dimonopoli oleh produk non UMKM dari pengusaha besar, kemudian dengan melakukan pelatihan dan pendampingan, jika penyebab berkurangnya penjualan tersebut karena kurangnya inovasi produk, kurangnya kualitas SDM, dan kurangnya penguasaan teknologi dalam pemasaran produk. Sehingga, solusi yang dapat diberikan oleh Pemerintah dapat beranekaragam, karena hal ini disesuaikan dengan hasil analisis data dan kondisi real serta fakta di lapangan.

Kemampuan big data diyakini mampu membantu untuk mengatasi berbagai persoalan, salah satunya adalah membantu dalam mengoptimalkan peran UMKM melalui decision making yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Namun, kemampuan analisis big data yang multifungsi ini juga tidak lepas dari berbagai tantangan yang siap menghadang dalam proses penerapannya. Diantara tantangan tersebut, yang pertama adalah kualitas data yang terkait dengan integritas dan ketidakteraturan data, dimana menurut analisa yang dimuat dalam media masa Tempo ada sebanyak 80% volume data yang tidak terstruktur di dunia, hal inilah yang kemudian mempersulit dalam proses analisis. Kemudian, yang kedua adalah fragmentasi data, adanya pembelahan atau pembagian data menjadi beberapa bagian akan mempersulit proses analisis, karena terkadang data yang sudah dianalisis akan terlihat bias dengan bagian data lain yang masih memiliki hubungan yang belum diikutkan dalam analisis. Kemudian, tantangan yang ketiga adalah infrastruktur yang masih belum mendukung seperti tempat penyimpanan yang bervolume besar, bandwith yang lebar, peranti komputer, dan sebagainya. Yang keempat, platform dan aplikasi yang belum matang, sehingga belum siap untuk menampung inovasi analisis big data. Kemudian yang kelima dan keenam adalah, brainware dan budaya organisasi, dimana haruslah dibutuhkan orang –orang yang terampil dalam menganalisis big data, serta kemampuan suatu organisasi dalam menjawab tantangan perubahan zaman dengan inovasi.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Rafiqafif

Mahasiswa Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Artikel: 8

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *