Awalnya biasa-biasa saja kita saling bercanda, tertawa seadanya semua biasa saja. Mungkin terdengar seperti syair lagu. Ya lagu yang sering didendangkan pada saat kita menaiki Bis angkutan umum lintas kabupaten di Pulau Timor ini sangat khas terdengar ditelinga para penumpang. Lagu ini nyatanya telah menghipnotis kedalam kehidupan perkuliahan saya di San Pedro. Untuk memikirkan suatu ide yang kreatif dalam pembelajaran menjadi hal yang sangat biasa saja. Pergi pagi pulang malam, itu menjadi rutinitas yang tidak dapat dipisahkan dalam keseharian hidup menjadi seorang dosen.
Pada awalnya kuliah daring terasa begitu asyik, bagaimana tidak. Kita melakukan perkuliahan dari rumah tanpa harus ke kampus. Dan itu bisa dilakukan dengan berbagai gaya yang tentunya mengasyikkan dan membuat santai selama perkuliahan berlangsung. Kita pun tak perlu khawatir jika harus menggunakan pakaian seadanya. Yang penting paket data serta bahan” ajar sudah disiapkan dengan baik maka perkuliahan sudah dapat berlangsung.
Ada rasa risih dan kekhawatiran yang besar apakah proses perkuliahan yang berlangsung dapat efektif dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Hal ini senada dengan seperti menyelam tanpa tahu berenang. Timbul berbagai rasa yang bergelut dalam hati seakan-akan menyeringai ingin keluar dari dalam hati. Suatu pengalaman yang sangat menggelitik mengingat saya yang masih awam dengan pembelajaran semacam ini. Kebetulan pada kampus ini saya menjadi dosen yang mengampu 6 mata kuliah pada jurusan yang berbeda-beda. Ada mata kuliah statistik pada program studi Pendidikan Luar Biasa (PLB), pemrograman linear pada program studi statistika semester 4, mata kuliah analisis multivariat pada program studi statistika semester 6, dan mata kuliah metode numerik, persamaan diferensial parsial dan program linear pada program studi matematika semester 4. Semuanya harus dijalankan dengan kelas online (daring).
Kali ini saya akan membagi pengalaman ketika mengajar pada mata kuliah statistik di program studi PLB. Kebetulan yang saya asuh ada 4 orang mahasiswa dan semuanya cewek. Gugup memang terasa ketika pertama kali masuk di kelas ini. Namun percaya diri serta tekad yang bulat akhirnya mengantarkan saya untuk tetap membimbing dan mengarahkan mahasiswi-mahasiswi ini untuk dapat menguasai mata kuliah ini secara baik.
Tetap bersyukur dan mengandalkan Tuhan menjadi moto hidup saya. Akhirnya saya pun mencoba untuk tetap menjalankan tugas serta tanggung jawab yang diberikan dengan baik. Setelah pertemuan pertama yang dapat dilewati dengan baik berikutnya kami melakukan perkuliahan secara online, dikarenakan sudah memasuki masa COVID sehingga semua mahasiswa dan dosen dikarantina. Lalu pertemuan-pertemuan selanjutnya kami melakukan secara daring. Seperti merawat tanaman di pekarangan rumah, begitu juga dalam membimbing dan merawat para mahasiswa ini untuk dapat tumbuh subur mencapai tujuan pembelajaran yang ingin kita capai maka kita harus dapat menyirami dengan cinta dan kasih untuk dapat membuatnya tumbuh dan mekar dengan baik. Lambat laun makin terasa sulit ketika pada pertemuan kedua dan ketiga para mahasiswa tersebut tidak lagi muncul untuk mengikuti kuliah. Ada berbagai kendala yang disampaikan antara lain berkaitan dengan paket data yang tidak ada, loading jaringan yang tidak stabil, kesulitan dalam mengakses google classroom dan masih banyak lagi alasan yang diberikan untuk tidak dapat mengikuti kuliah. Dari 4 orang mahasiswa tersebut yang tetap konsisten dan mengikuti kuliah hanya 2 orang mahasiswa. Sedangkan 2 orang yang lain tidak tahu bagaimana kabar dan kejelasannya.
Suatu ketika saya pun memberanikan diri untuk menghubungi dan menanyakan kabar serta kendala yang dialami. Mengapa tidak mengikuti kuliah serta tidak pernah mengumpulkan tugas yang diberikan. Berdasarkan proses komunikasi tersebut diperoleh bahwa mahasiswi tersebut baru mengalami kedukaan dikarenakan ibunya yang telah meninggal. Sehingga mereka masih mengikuti berbagai kegiatan adat yang ada di daerahnya ( adat orang Timor), hal tersebut berakibat pada konsentrasinya dalam mengikuti perkuliahan semakin terbatas. Seperti semboyan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantoro: “ Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Yang artinya “ Didepan memberikan teladan, ditengah membangun kekuatan dan terus berkarya, dibelakang memberi dorongan”. Seperti bapak pendidikan tersebut kita sebagai seorang tenaga dosen harus dapat menjadi teladan, membangun semangat mahasiswa dalam berkarya dan selalu mendorong mereka untuk dapat berusaha serta mengembangkan diri sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Suatu hal yang saya sadari adalah menuntun mahasiswa dari awalnya mengikuti perkuliahan online lewat tatap muka bertransformasi menjadi perkuliahan daring memang kadang tidak gampang. Tentunya banyak tantangan dan rintangan yang senantiasa bersiap-siap untuk selalu menghalangi. Akan tetapi bagaimana dengan penuh kesabaran membimbing dan mendampingi mereka seperti seorang bapak yang mengasihi anak-anaknya untuk mampu bertumbuh dan berkembang menjadi anak yang pintar dan membanggakan.
Terkadang saya berefleksi dalam hati: apakah perkuliahan daring ini sudah tepat? Bagaimana caranya membimbing semua mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kita inginkan? Bagaimana proses pembelajaran online ini dapat berjalan dengan efisien dan efektif? Apakah pembelajaran seperti ini dapat dengan mudah diserap oleh mahasiswa? Tetapi semua refleksi tersebut kadang tidak membutuhkan jawaban. Menjalani dengan penuh syukur dan ikhlas tentunya menjadi kunci untuk dapat berhasil.
Berbagai aplikasi pembelajaran online digunakan diantaranya: google classroom, zoom, edlink, yang tentunya mempercepat transformasi revolusi 4.0 di daerah kita. Tapi apakah mahasiswa yang ada sudah siap dengan metode-metode tersebut yang berbasis online? Baiklah kita bisa maklumi bahwa masa transisi selalu menimbulkan adaptasi yang tidak sedikit akan tetapi karena berbagai keadaan dan situasi yang akhirnya mendorong kita untuk mempercepat tercapainya revolusi 4.0 didaerah seperti di NTT ini banyak mendapatkan tantangan karena penyebaran internet di beberapa daerah pedalaman yang masih sangat kurang. Terdapat daerah dengan letak geografis yang sangat ekstrim sehingga mengakibatkan kesulitan akses, beberapa daerah dengan fasilitas pembelajaran yang masih terbatas, bahkan terdapat berbagai kalangan yang masih gaptek (gagap teknologi) karena terbatasnya akses menggunakan handphone atau laptop. Setelah menghubungi mahasiswa tersebut pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswa tersebut. Sebagian besar materi diberikan dalam google classroom, sedangkan untuk proses pembelajaran ataupun diskusi bersama dengan mahasiswa dilakukan dengan menggunakan whattsapp atau telepon. Hingga selesai perkuliahan, proses diskusi yang terjalin dan komunikasi yang dibangun tetap berlangsung ibaratnya adik dan kakak. Mahasiswa-mahasiswa tersebut tetap menjalin komunikasi serta bertanya pada hal yang dianggap masih sulit. Hal inilah yang semakin menguatkan saya secara pribadi untuk tetap “memberikan diri” bagi mereka dalam situasi apapun yang tentunya bisa diatasi sesuai dengan kemampuan diri.
Pengorbanan dan rendah hati wajib dimiliki oleh setiap individu yang mengabdikan dirinya sebagai seorang guru. Komunikasi yang dijalin bersama dengan siswa ataupun mahasiswa harus tuntas sesuai dengan keadaan yang dihadapi oleh setiap mahasiswa tersebut. seiring dengan berjalannya waktu dan situasi yang terjadi lambat laun siswa juga dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada. Keakraban tersebut dapat terjalin untuk memperlancar proses pembelajaran yang dilakukan. Kiranya tulisan tersebut dapat menjadi motivasi bagi sebagian besar guru maupun tenaga pendidik untuk tetap memberikan diri serta memiliki inovasi dan tetap update dengan peradaban yang ada. Situasi boleh menuntut untuk tetap beradaptasi akan tetapi profesi yang diemban tetap menjadi suatu rujukan untuk semakin kreatif dan inovatif dalam menghadapi mahasiswa.