Bedanya SHM dan HGB, Mana Lebih Untung?

Pendahuluan

Dalam dunia properti di Indonesia, istilah Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) seringkali menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan investor, pengembang, dan masyarakat umum yang ingin memiliki atau mengelola lahan. Kedua bentuk sertifikat ini merupakan instrumen hukum yang menjelaskan hak kepemilikan atau pemanfaatan atas suatu bidang tanah. Meskipun keduanya memiliki tujuan mendasar yang sama-yaitu memberikan kepastian hukum atas lahan-perbedaan mendasar dalam aspek kepemilikan, jangka waktu, tata cara peralihan hak, serta implikasi finansial membuat pilihan antara SHM dan HGB tidak selalu mudah. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif perbedaan antara SHM dan HGB, menganalisis kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta membahas skenario di mana salah satu bentuk sertifikat bisa lebih menguntungkan daripada yang lain.

Apa Itu Sertifikat Hak Milik (SHM)?

Definisi dan Dasar Hukum

Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah sertifikat yang menunjukkan kepemilikan penuh atas tanah dan segala objek tetap di atasnya. Dasar hukum SHM tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang memberikan hak penuh kepada pemegang SHM untuk menggunakan, memanfaatkan, menguasai, dan mengambil manfaat ekonomis dari tanah tersebut tanpa batas waktu (pasal 21 ayat 1 UUPA). Dengan kata lain, pemilik SHM memiliki hak yang paling kuat dibandingkan hak atas tanah lainnya.

Hak dan Kewajiban Pemegang SHM

Pemegang SHM mendapatkan hak penuh atas tanah: menjual, menggadaikan, memindah tangan, menyewakan, hingga mewariskan tanah tersebut. Namun, bersamaan dengan hak tersebut, pemegang SHM juga memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), serta menjaga penggunaan tanah sesuai peruntukan dalam rencana tata ruang wilayah.

Proses Pengurusan dan Biaya

Mengurus SHM di Badan Pertanahan Nasional (BPN) memerlukan beberapa tahapan, antara lain pengukuran dan pendaftaran tanah, verifikasi, hingga penerbitan sertifikat. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya pengukuran, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), Pendaftaran SHM, serta biaya jasa notaris apabila menggunakan jasa pengacara atau PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Meskipun biaya awal cenderung lebih tinggi dibanding HGB, kepastian hak jangka panjang sering kali membuatnya menjadi investasi yang lebih stabil.

Apa Itu Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)?

Definisi dan Dasar Hukum

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu. Dasar hukum HGB juga diatur oleh UUPA serta Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. HGB diberikan untuk jangka waktu awal maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun, dan sekali lagi selama 30 tahun.

Hak dan Kewajiban Pemegang HGB

Pemegang HGB memiliki hak untuk mendirikan bangunan dan memanfaatkannya secara ekonomi, termasuk menjual bangunan beserta haknya, menyewakan, atau mengalihkan hak guna bangunan kepada pihak lain. Namun, hak atas tanah yang mendasarinya tetap milik negara atau pihak lain pemegang hak atas tanah. Pemegang HGB juga wajib membayar sewa tanah (jika tanah bukan milik negara) dan mematuhi peruntukan penggunaan lahan sesuai izin. Selain itu, perpanjangan HGB harus diajukan paling lambat satu tahun sebelum masa berakhir.

Proses Pengurusan dan Biaya

Proses permohonan HGB serupa dengan SHM, tetapi terdapat komponen sewa tanah jika tanah bukan milik negara. Biaya administrasi di BPN, BPHTB, dan biaya notaris tetap berlaku. Biaya sewa tanah (jika tanah milik pribadi atau badan hukum) juga menjadi beban rutin, sehingga mempengaruhi arus kas jangka panjang bagi pemegang HGB.

Perbandingan Aspek-Aspek Kunci

Kepemilikan dan Jangka Waktu

  • SHM: Bersifat kepemilikan penuh tanpa batas waktu. Pemegang memiliki hak abadi selama taat membayar pajak dan mematuhi regulasi.
  • HGB: Bersifat hak pakai jangka terbatas (30+20+30 tahun). Setelah habis, tanah harus dikembalikan atau diperpanjang sesuai ketentuan.

Nilai Investasi dan Likuiditas

  • SHM: Nilai tanah cenderung meningkat seiring waktu, terutama di area strategis. Likuiditas tanah dengan SHM tinggi karena dipercaya investor dan perbankan.
  • HGB: Meski bangunan di atasnya dapat bernilai tinggi, nilai hak guna bangunan menurun mendekati masa habis. Bank sering meminta jaminan tambahan jika HGB masih pendek masa berlakunya.

Fleksibilitas Penggunaan dan Pengalihan Hak

  • SHM: Lebih fleksibel dalam pengalihan hak-bisa dijual, digadaikan, disewakan, dan diwariskan tanpa batasan jangka waktu.
  • HGB: Pengalihan hak berupa jual beli atau sewa bergantung pada sisa masa berlaku. Terdapat ketentuan ketat jika ingin memindah tangan sebelum perpanjangan.

Biaya dan Kewajiban Rutin

  • SHM: Biaya awal tinggi, namun tidak ada biaya perpanjangan. Hanya PBB yang bersifat tahunan.
  • HGB: Biaya sewa tanah (jika tanah milik pihak lain) dan biaya perpanjangan; kewajiban ajukan perpanjangan dalam waktu yang ditentukan.

Risiko Hukum dan Administrasi

  • SHM: Risiko relatif rendah, sebab hak jelas dan permanen. Namun, pemilik harus waspada terhadap sengketa batas tanah.
  • HGB: Risiko masa habis hak jika perpanjangan gagal. Sengketa perjanjian sewa dan perubahan peruntukan lahan bisa terjadi.

Studi Kasus: Investasi Properti di Jakarta dan Surabaya

Jakarta: SHM di Kawasan Permata Hijau

Pada kawasan elit Permata Hijau, Jakarta Barat, harga tanah SHM telah mengalami apresiasi signifikan-rata-rata 10-15% per tahun dalam dekade terakhir. Investor yang membeli SHM pada tahun 2010 seharga Rp5 juta per meter persegi kini dapat menjual dengan harga lebih dari Rp30 juta per meter persegi. Tanpa perlu memperpanjang hak, nilai investasinya terus tumbuh, menjadikan SHM pilihan unggulan untuk kepemilikan properti residensial mewah.

Surabaya: HGB di Kawasan Industri Rungkut

Di Kawasan Industri Rungkut, banyak perusahaan memilih HGB karena jangka waktu awal cukup untuk proyek 20-30 tahun. Meskipun harus membayar sewa tanah sekitar Rp50 ribu per tahun per meter persegi, perusahaan melihat efisiensi modal karena tidak perlu mengeluarkan biaya besar di awal untuk SHM. Bangunan pabrik bernilai puluhan miliar rupiah tetap dapat dibiayai bank dengan jaminan HGB asalkan masih memiliki sisa minimal 15 tahun.

Mana yang Lebih Menguntungkan? Analisis Mendalam

Perspektif Jangka Panjang vs Jangka Pendek

Keputusan antara SHM dan HGB sangat tergantung pada horizon investasi. Untuk investor jangka panjang yang mengincar apresiasi nilai tanah, SHM menawarkan kepastian tanpa perlu khawatir perpanjangan. Sebaliknya, bisnis atau proyek jangka menengah hingga menengah-panjang (misalnya 20-30 tahun) dapat memilih HGB untuk mengalokasikan modal ke pembangunan bangunan daripada membeli tanah.

Aspek Pembiayaan dan Leverage

Bank dan lembaga keuangan umumnya memberikan bunga lebih rendah dan Loan to Value (LTV) lebih tinggi untuk jaminan SHM. HGB masih bisa dijadikan agunan, tetapi dengan diskon nilai tergantung sisa masa berlaku. Hal ini membuat biaya pembiayaan untuk HGB sedikit lebih mahal.

Manajemen Risiko dan Kepastian Hukum

SHM memiliki risiko hukum yang lebih rendah karena kepemilikan permanen. Investor tidak perlu khawatir tanah direbut negara atau pihak ketiga jika tidak ada pelanggaran serius. Sementara itu, HGB memerlukan manajemen aktif untuk pengajuan perpanjangan dan mengantisipasi perubahan regulasi tata ruang.

Potensi Keuntungan Ekonomi

Secara umum, potensi keuntungan ekonomi dari SHM lebih stabil dan cenderung naik dalam jangka panjang. HGB memberikan fleksibilitas modal dan efisiensi di awal, namun potensi kenaikan nilai hak guna bangunan di pasar sekunder lebih terbatas.

Rekomendasi Berdasarkan Skenario

  1. Investor Properti Residensial Elite: Pilih SHM. Kepemilikan permanen memberikan apresiasi nilai maksimal dan keyakinan hukum kuat.
  2. Perusahaan Industri dan Kawasan Bisnis: Pilih HGB. Alokasi modal untuk pembangunan dan operasional lebih besar; periode 30-50 tahun cukup untuk proyek industri.
  3. Pengembang Perumahan Berskala Menengah: Kombinasi SHM dan HGB. SHM untuk kavling premium, HGB untuk cluster perumahan menengah dengan harga terjangkau.

Kesimpulan

Perbandingan antara SHM dan HGB mengungkapkan bahwa tidak ada satu pilihan yang mutlak superior untuk semua jenis investasi properti. SHM unggul bagi mereka yang menginginkan kepastian jangka panjang, likuiditas tinggi, dan potensi apresiasi maksimal. Sebaliknya, HGB sangat cocok untuk proyek dengan jangka waktu tertentu, di mana efisiensi modal awal dan fleksibilitas penggunaan menjadi prioritas. Pilihan terbaik selalu bergantung pada tujuan investasi, horizon waktu, serta kemampuan mengelola risiko hukum dan finansial. Dengan pemahaman mendalam atas karakteristik kedua sertifikat, investor dan pemangku kepentingan dapat membuat keputusan strategis yang sejalan dengan tujuan bisnis dan profil risiko masing-masing.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 898

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *