Good governance (Tata kelola yang baik) adalah jenis pengelolaan pembangunan yang tegas dan bertanggung jawab yang sesuai dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, menghindari alokasi dana investasi yang tidak tepat, dan mencegah pelaksanaan politik dan administrasi dari disiplin anggaran dan pembentukan kerangka hukum dan politik untuk pertumbuhan kegiatan bisnis.
Tata kelola yang baik pada dasarnya merupakan konsep yang mengacu pada proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dilakukan secara kolektif. Sebagai konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara dan sektor swasta tentang pemerintahan di negara tersebut.
Kunci utama untuk memahami tata kelola yang baik adalah memahami prinsip-prinsipnya. Berawal dari prinsip-prinsip tersebut maka akan diperoleh benchmark kinerja pemerintah. Jika pemerintah dan semua elemen prinsip tata kelola pemerintahan yang baik berpotongan, manfaatnya dapat dinilai. Menyadari pentingnya masalah ini, berikut ini dijelaskan satu per satu prinsip tata kelola yang baik:
- Partisipasi Masyarakat
Semua warga negara dalam masyarakat dapat berbicara dalam pengambilan keputusan secara langsung atau melalui lembaga perwakilan yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi penuh ini didasarkan pada kebebasan berkumpul dan berbicara serta kemampuan untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bertujuan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil mencerminkan keinginan masyarakat. Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut, pemerintah daerah telah menyediakan saluran komunikasi bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya. Jenis komunikasi ini termasuk pertemuan pemegang saham, pidato, konsultasi dan pendapat tertulis. Bentuk lain dari mendorong partisipasi masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyusun agenda pembangunan, pemantauan partisipatif, evaluasi dan pengawasan, serta mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan masalah sektoral.
- Tegaknya Supremasi Hukum
Partisipasi publik dalam proses kehidupan berpolitik dan perumusan kebijakan publik membutuhkan institusi dan aturan hukum. Berkaitan dengan itu, dalam proses mewujudkan good governance harus diimbangi dengan komitmen menegakkan supremasi hukum. Komitmen tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: hukum pertama, kepastian hukum, hukum responsif, dan penegakan hukum non diskriminatif yang konsisten. Independensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan tidak diskriminatif dalam penegakan hukum, termasuk hukum hak asasi manusia.
- Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan atas segala tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi membangun rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan informasi dan memastikan kemudahan akses informasi yang akurat dan memadai. Transparansi didasarkan pada arus informasi yang bebas. Semua prosedur, lembaga, dan informasi pemerintah memerlukan akses oleh pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus cukup untuk dipahami dan dipantau. Hal ini meningkatkan pengetahuan dan pengetahuan masyarakat tentang manajemen pemerintahan. Kepercayaan publik terhadap pemerintah meningkat, partisipasi masyarakat dalam pembangunan meningkat, dan pelanggaran peraturan perundang-undangan berkurang.
Good governance di Indonesia sendiri sebenarnya sudah lama dirintis dan dilaksanakan sejak meletusnya era Reformasi, dimana terjadi perombakan besar-besaran pada sistem pemerintahan yang membutuhkan proses demokrasi yang murni, sehingga good governance menjadi salah satu alat reformasi. benar-benar digunakan dalam pemerintahan baru. Dilihat dari perspektif perkembangan Reformasi yang berlangsung selama 15 tahun, implementasi prinsip-prinsip good governance di Indonesia tidak dapat dikatakan berhasil secara utuh, sejalan dengan gagasan-gagasan Reformasi sebelumnya. Masih banyak penipuan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.Selama ini dalam penyelenggaraan pemerintahan negara telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan mismanagement ketika menyediakan dan memberikan pelayanan publik, serta mengelola asset atau kekayaan negara. Praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebagai tantangan good governance yang bersifat vicious crises sudah berlangsung sejak lama, terjadi secara sistemik dan meluas pada hampir seluruh sektor atau bidang pelayanan masyarakat dan pengelolaan asset atau kekayaan negara. Praktek KKN bukan hanya merupakan ancaman yang merugikan keuangan negara akan tetapi sudah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga KKN tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan sudah dikategorikan kejahatan luar biasa atau extra-ordinary crimes. Terjadinya praktek KKN telah merusak moral sebagian aparatur negara dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. KKN sebagai krisis multidimensi ini tampak berlarut-larut menyerupai lingkaran setan. Artinya, krisis ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang dan dimensinya saling berkaitan, sehingga tidak mudah ditentukan ujung pangkalnya. Menurut Azizy (Asmawi Rewansyah, 2010) jika diurai lingkaran setan ini mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan bangsa dan bahkan mencapai tingkat yang paling mengerikan, yakni terjadinya krisis kemanusiaan yang meliputi :
- Krisis moral atau etika Telah terjadi krisis moral atau etika para elite kita, baik elite politik, pejabat tinggi, birokrat, maupun tokoh informal. Parahnya, krisis ini sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
- Krisis hukum Ini adalah salah satu akibat langsung dari krisis moral elite tersebut. Lawenforcement tidak jalan. Hukum hanya berlaku terhadap orang yang lemah. Orang kuat termasuk yang kuat dalam hal keuangan hampir tidak tersentuh oleh hukum. Krisis ini juga sudah berjalan cukup lama dan karenanya menimbulkan akibat yang sangat serius bagi kehidupan bangsa.
- Krisis kepercayaan antar-elite Hampir tidak ada saling percaya antar sesama elite kita. Krisis kepercayaan yang paling parah yang menjadi sasaran dalam krisis ini adalah pemerintah, terutama birokrasi pemerintahan. Keberadaan birokrasi pemerintahan terpuruk, sehingga memunculkan krisis berikutnya yaitu krisis politik.
- Krisis politik Krisis kepercayaan yang begitu merosot tersebut kemudian memuncak pada sasaran utama yaitu tuntutan reformasi nasional atau good governance. Krisis masih berlanjut dengan munculnya krisis kepercayaan diantara masyarakat sendiri yang justru lebih parah dari sebelumnya.
- Krisis kepercayaan di kalangan masyarakat Krisis ini tidak hanya melibatkan para elite, tetapi juga rakyat. Rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Birokrasi semakin terpuruk dan bahkan semakin memprihatinkan keadaan.
Selain berbicara tentang krisis yang terjadi dinegeri ini, ada beberapa tantangan lain bagi pemerintah dalam mewujudkan good governance antara lain :
- Integritas Pelaku Pemerintahan Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi yang udah menyebar dimana-mana.
- Kondisi Politik dalam Negeri Jangan menjadi dianggap hal spele setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
- Kondisi Ekonomi Masyarakat Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
- Kondisi Sosial Masyarakat yang solid dan berkemungkinan good governance bisa ditegakkan. yang harus ada pengawasan lebih kepada masyarakat
- Sistem Hukum Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum yang akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan.