Tesla, Perusahaan otomotif terbesar Amerika Serikat telah memilih India sebagai negara kedua setelah China untuk ekspansi Perusahaan mobil listrik. Kriteria-kriteria yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria yang dimiliki negara India. Selain itu, Tesla dan Pemerintah India sudah melakukan negosiasi selama 6 bulan terakhir. Tepatnya di kota Karnataka, Bangalore. Tidak mengherankan, Kota ini terkenal akan Industri Otomotif terbesar di India. Kebijakan negara bagian khusunya di karnataka mendukung terhadap kendaraan tereletrifikasi bahkan pemerintah menyiapkan 3 USD untuk Hub kendaraan listrik. Tak tanggung-tanggung ada pembebasan bea 100% untuk Penggantian biaya konversi tanah. Ditambah lagi ada subsidi untuk promosi investasi. Tidak cukup sampai disitu, India memiliki Sumber Daya Manusia di bidang IT yang melimpah yang memungkinkan efektifnya membangun perusahaan kedua dalam melebarkan sayapnya sesuai strategis wilayah Asiah tengah dan Barat.
Isu yang terdengar terkait proposal yang diajukan Tesla ke Indonesia, rupanya berhubungan dengan bahan baku pembuatan Baterai yang digunakan sebagai komponen Mobil listrik. Mengintip salah satu unit bisnis Tesla yakni Powerwall. Powerwall merupakan baterai penyimpan energi, pendeteksi pemadaman listrik dan secara otomatis menjadi sumber energi rumah saat jaringan mati. Sektor Energy Storage System (ESS) atau Powerwall ini layaknya sebuah powerbank raksasa yang dapat menampung tenaga listrik besar hingga ratusan megawatt. Bahan baku utama dalam pembuatan baterai tersebut tentu saja Nikel, bahan baku ini merupakan primadona Indonesia saat ini. Indonesia memiliki potensi cadangan bahan baku untuk pengembangan batu baterai misalnya : 1,2 M Aluminium, 51 juta ton Tembaga, 43 juta ton Mangan, 21 juta ton Nikel dan bahan baku tersebar dalam lokasi potensial tambang dan smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara ; Halmahera, Maluku; dan Pulau Gag, Papua. Dengan kekayaan Indonesia tersebut, apakah Tesla akan berinvestasi untuk pembuatan Perusahaan Baterai di Indonesia? Hal ini masih dalam tahap negosiasi.
Indonesia tidak perlu berkecil hati jika Tesla tidak jadi bekerjasama dalam pembuatan baterai dalam komponen penting mobil listrik. Ada empat BUMN bermitra dengan beberapa Perusahaan luar negeri yang sudah menjalankan agenda ini. Indonesia Battery Holding (IBH) adalah bentuk dari usaha BUMN yang terdiri dari Mind ID, PT Antam, PT Pertamina, dan PT PLN. Hilirisasi Nikel yang digagas IBH tentunya bekerjasama dengan Perusahaan asing diantaranya yang sudah menginvestasikan dana LG 9.8 Miliar USD dengan estimasi 135 GW (Gigawatt Hour)/produksi Tahun 2028 dan CATL 5 Miliar USD dengan estimasi 307 Gwh/ produksi Tahun 2028. Selain itu ada BYD (China), Samsung (Korea), Panassonic (Jepang), Farasis (China) yang merupakan mitra potensial dalam membangun Pabrik Baterai di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui Nikel menjadi primadona dunia saat ini, dimana banyak negara berlomba-lomba untuk mendapatkan bahan mineral ini. Hal tersebut berperan besar dalam kebutuhan manusia modern saat ini yakni kendaraan lisrtik. Negara-negara eropa misalanya, Perancis, Norwegia, Jerman, dan Inggris. Negara-negara eropa tersebut merupakan negara dengan tingkat penjualan mobil listrik terbanyak. Bukan tidak mungkin, Indonesia yang justru memiliki bahan baku dalam komponen mobil listrik juga mengupayakan kendaraan listrik bisa digunakan secara masif. Potensi kendaraan listrik di Indonesia pada tahun 2021 diproyeksikan adalah mobil listrik sebanyak 125 ribu unit, motor listrik 1,34 juta unit, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) 572 unit, dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) sebanyak 3000 unit. Hal ini untuk di tahun 2021 saja sudah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil atau bensin sebanyak 0,44 juta liter per tahunnya.
Ambisi Indonesia untuk menjadi Pemain global baterai mobil listrik tidak main-main. Artinya Indonesia mendambakan sebuah nilai tambah dalam pengembangan Hilirisasi nikel ini. Program Hilirisasi sebenarnya telah dicanangkan sejak tahun 2010. Mantan Menteri Perdagangan masa SBY, Gita Wirjawan pernah mengatakan dalam suatu forum bahwa hilirisasi menjadi suatu keharusan untuk menekan dampak serius dari penurunan harga komoditas. Program Hilirisasi adalah program yang dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat sektor industri, dan memberi peluang usaha di Indonesia. Hilirisasi dimaksudkan agar bahan mentah hasil bumi Indonesia diproses di dalam negeri sendiri, dan bukannya diekspor sebagai hasil bumi ekstraktif ke luar negeri. Melalui Hilirisasi industri, diharapkan komoditas yang diekspor nantinya tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi. Sebagai gambaran, bijih bauksit dapat diolah menjadi alumina dengan nilai tambah mencapai 8 kali lipat dan dapat diolah menjadi produk aluminium dengan nilai tambah 30 kali lipat. Bijih nikel yang diolah menjadi produk feronikel memiliki nilai tambah 10 kali lipat dan bahkan 19 kali lipat apabila diolah menjadi stainless steel, begitu pula dengan agenda yang sedag dicanangkan nikel diolah menjadi Baterai sebagai salah satu komponen kendaraan listrik. Dalam targetnya di tahun 2025 diantaranya :
Pertama, Menjadi Pemain Global Produk Hulu yakni menjadi produsen Nikel Sulfat secara global dengan produksi tahunan 50-100 ton per tahunnya. Hal ini juga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, jumlah smelter nikel yang beroperasi baru mencapai 19 unit. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan penyelesaian 29 pabrik peleburan nikel baru pada 2023. Tahun depan saja, rencananya 6 smelter akan mulai beroperasi menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) yang mampu menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat sebagai bahan baku baterai.
Kedua, Menjadi Pemain Global Produk Antara yakni Produsen Prekursor dan Katoda dengan target produksi 120-240 ribu ton per tahun. Dalam hal ini PT Pertamina (Persero) akan terlibat dalam pengembangan baterai tersebut.
Ketiga, Menjadi Pemain Global Hilir di kawasan Regional untuk sel Baterai dan Manufaktur kendaraan listrik di kawasan Asia tenggara.
Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Kementerian BUMN Agus Tjahajana menjelaskan roadmap alias peta jalan industri baterai kendaraan listrik. Tahun 2021 diharapkan sudah adanya Penyelesaian kerjasama bersama investor dalam memproduksi Baterai kendaraan listrik dan penerapan ESS di PLN. Kemudian di Tahun 2022 sudah mulai mencoba memproduksi baterai dengan skala kecil khusus kendaraan sepeda motor listrik. Tahun 2024, fasilitas Kilang (Refinery) direncakan sudah mulai beroperasi begitupun dengan pabrik presekutor dan katoda. Tahun 2025, pembangunan pabrik “to cell to battery pack” (sel baterai ke baterai) ditargetkan rampung dan bisa mulai beroperasi. Harapannya di tahun 2026 Pembuatan Pabrik Baterai selesai untuk tahap pertama dan Akan memulai tahap kedua di tahun 2027.
Dengan mengamini target tersebut, di tahun 2030 Indonesia akan meraup keuntungan 26 Miliar USD atau 364 Triliun rupiah serta menyerap 23.500 Tenaga Kerja. Hal ini berkaitan dengan bonus demografi yang akan dialami Indonesia di tahun 2030. Usia-usia produktif di era tersebut akan membantu dalam pemulihan ekonomi, tenaga kerja yang dibutuhkan berasal dari negara sendiri tanpa perlu mendatangkan pekerja asing. Tentunya harapan baik tersebut diupayakan dengan progres yang positif. ini adalah tahap awal untuk mengembangkan industri baru yang akan membawa Prospek cerah bagi Indonesia dalam segala aspek.
Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/
Nikel.co.id
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral