Pada dasarnya sistem perpajakan di Indonesia dapat dikategorikan sebagai tindakan pemerintah bersegi satu. Hal ini dikarenakan pada saat pegawai pajak mengeluarkan surat Pemberitahuan dan selanjutnya adalah Surat Ketetapan Pajak maka itu dikategorikan sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang artinya memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum bagi Wajib Pajak. Wajib Pajak harus membayarkan pajak sebagaimana terdapat dalam SKP tersebut sebagai pertanggungjawaban kepada negara oleh sebab perikatan pajak timbul oleh karena Undang-Undang sehingga mengikat dan memaksa warga negara (Wajib Pajak).
Pada saat pegawai pajak menjalankan tugas, wewenang dan fungsinya dalam pemungutan pajak maka sering kali terjadinya perbedaan klaim atas jumlah pajak yang harus dibayarkan sehingga menimbulkan sengketa pajak.
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa, sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak.
Sementara itu mengenai siapa yang disebut sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dinyatakan Pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana telah beberapa kali diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP).
Sengketa ini kemudian muncul oleh sebab perbedaan pendapat mengenai isi sebagaimana dimuat dalam Surat Ketatapan Pajak yang merupakan surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayara, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagiamana dimuat dalam Pasal 1 angka 15 UU KUP perubahan ketiga.
Dengan demikian pada saat terjadinya sengketa pajak maka Wajib Pajak dapat melakukan beberapa upaya alternatif hukum yang ditempuh diantaranya:
Pertama, keberatan. Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 ayat (1) UU KUP oleh sebab adanya perbedaan penghitungan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan Pegawai Kantor Pajak yang berwenang sehingga Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan. Suatu keberatan hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayarkan paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum surat keberatan disampaikan.
Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirim atau pemotngan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga dilakukan terkecuali terhadap Wajib Pajak dapat menunjukan secara benar bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi dengan adanya keadaan luar kendali atau kekuasaan Wajib Pajak. Kemudian Surat keberatan ditandatanggani oleh Wajib Pajak.
Kedua adalah banding. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputsan yang dapat diajukan Banding berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wajib Pajak mengajukan permohonan banding kepada badna peradilan pajak atas suatu Keputusan Keberatan secara tertulis dengan bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima. Untuk 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding saja.
Ketiga adalah Gugatan. Gugatan inii dajukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadpa Pasal 31 ayat (3) UU 14 Tahun 2002 dan Pasal 23 ayat (2) UU KUP antara lain mengenai pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang; keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP atau terhadap penerbitan surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun jangka waktu dalam mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan dan tidak mengikat apabila jangka waktu yang dimaksud tidak dapat dipenuhi karena adanya keadaan diluar kekuasaan penggugat. Maka dari itu dapat dilakukan perpanjangan waktu hingga 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat tersebut.
Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat tersebut. Selain itu gugatan terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) surat gugatan saja yang disertai dengan alasan-alasan yang jelas, terdapat tanggal diterimanya, pelaksanaan penagihan atau keputusan yang digugat.