Guyuran Asa Pekerja Migran Indonesia Sebagai Pahlawan Devisa Negara

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa bekerja merupakan hak asasi seluruh warga dan negara bertanggung jawab untuk memenuhinya. Salah satu kebijakan yang ada yaitu dengan mengisi peluang kerja di luar negeri. Indonesia termasuk salah satu negara pengirim buruh migran terbesar di Asia Tenggara. Kementerian Tenaga Kerja memperkirakan jumlah keseluruhan Pekerja Migran Indonesia (selanjutnya disebut PMI) pada tahun 2019 lebih dari 5 juta pekerja, jumlah ini sulit dipastikan karena selain mereka datang dan pergi masih banyak pula PMI ilegal yang berangkat tanpa perizinan resmi dari negara.

PMI ilegal inilah yang menjadi tugas besar untuk Pemerintah Indonesia. Pasalnya, mereka yang memilih jalur ilegal memiliki alasan yang mayoritas dikarenakan biaya yang terlalu besar dan pengurusan berkas administrasi yang lama serta berbelit-belit. Banyaknya agen-agen penyalur pekerja ilegal yang bekerja untuk lembaga perekrutan tidak resmi juga menjadi satu alasan lain terutama untuk orang-orang desa yang mudah dipengaruhi untuk bekerja ke luar negeri dengan gaji besar dan dengan modal yang relatif kecil dibandingkan melalui jalur legal.

Dilansir dari Medcom.id untuk menjadi PMI di Malaysia melalui jalur resmi setidaknya dibutuhkan biaya Rp25 juta dan untuk ke Taiwan bahkan mencapai Rp80 juta. Sedangkan jika melalui jalur ilegal hanya membutuhkan RP5 juta, cukup signifikan memang perbedaannya. Inilah yang menyebabkan calon PMI memilih jalur ilegal dibanding jalur legal yang ditentukan oleh negara. Tidak dipungkiri, niat mereka menjadi PMI tidak lain karena keterbatasan ekonomi, untuk mencari uang demi penghidupan yang lebih layak. Biaya administrasi yang tinggi tentu menjadi kendala besar bagi mereka sehingga jalur ilegal dianggap menjadi jalan keluarnya.

Budi Setiawan seorang mantan PMI ilegal asal Serang berangkat ke Malaysia pada 18 Januari 2020 lalu. Ia bahkan harus menyusuri hutan demi sampai ke Negeri Jiran. Ia dijanjikan bekerja menjadi penjaga minimarket namun kenyataannya ia dijual oleh agen penyalur kepada seseorang di Malaysia seharga Rp7 juta tanpa cuti Idul Fitri. Budi mengaku ia sempat kena razia petugas imigrasi Malaysia lalu dipenjara beberapa hari. Ponsel dan KTP miliknya disita, dan agen penyalur yang membawanya tidak diketahui keberadannya, begitulah tutur Budi kepada CNN Indonesia. Budi menjadi satu dari sekian banyak PMI ilegal Indonesia yang tertipu dan hidupnya luntang-lantung tanpa kejelasan.

Urgensitas menjadi PMI melelui jalur legal adalah mutlak. Menurut Oshin Putriani, mantan PMI yang bekerja di Malaysia menjelaskan biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan resmi memang mahal, namun biaya tersebut digunakan untuk kepentingan para calon pekerja. Di antaranya untuk biaya pengurusan dokumen perizinan untuk mempermudah calon PMI mendapat hak perlindungan jika terjadi masalah, pelatihan bahasa dan keterampilan di masa penampungan, biaya cek kesehatan rutin, dan tiket perjalanan. Adapun untuk biayanya, awalnya akan ditanggung sepenuhnya oleh agen penyalur resmi. Dengan kesepakatan antara calon PMI dan agen, nantinya biaya itu dibayar dengan pemotongan gaji setiap bulan saat bekerja. Jadi sebenarnya biaya yang mahal bukan menjadi penghalang, karena tidak dibayar di muka dan akan dilunasi secara bertahap oleh PMI ketika sudah mulai bekerja. Hal ini tentu akan menguntungkan calon PMI.

PMI merupakan 1 dari 10 penyokong terbesar devisa negara. Tercatat hingga tahun 2018 PMI menyumbang Rp175T kepada negara. Inilah mengapa mereka disebut sebagai Pahlawan Devisa Negara. Oleh karena itu para calon PMI tidak perlu merasa khawatir atau takut usahanya nanti tidak membuahkan hasil. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan agar pemerintah daerah ikut bertanggung jawab membekali calon PMI dengan dokumen yang legal dan keterampilan yang diperlukan. Nantinya pelatihan diselenggarakan oleh pemerintah daerah sehingga calon PMI bisa menghemat biaya karena tidak perlu datang ke perusahaan pengerah PMI.

Penyederhanaan proses administrasi telah digodog oleh pemerintah. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk RI Rodrigo Chaves akan mereformasi kebijakan bakal memaksimalkan manfaat dan mengurangi risiko bagi pekerja migran. Kesepakatan bilateral atau multilateral terkait tenaga kerja antara Indonesia dengan negara lain juga layak ditingkatkan implementasinya. Semangat “Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menghendaki adanya kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat. Keadilan sosial berarti harus melindungi yang lemah, dan hal ini bukan berarti yang lemah lalu boleh tidak bekerja dan sekedar menuntut perlindungan, melainkan sebaliknya justru harus bekerja menurut kemampuan dan bidangnya.Perlindungan yang diberikan adalah untuk mencegah kesewenang-wenangan dari yang kuat untuk menjamin adanya keadilan dan pemerataan Harapannya antara Indonesia dan PMI bisa menjalin hubungan simbiosis mutualisme, dimana PMI menjadi pahlawan devisa negara dan Indonesia memainkan perannya sebagai rumah yang akan selalu melindungi penghuninya.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Madani Mahsaputri Wijayanto
Artikel: 7

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *