Sumbangsih Soewardi Soeryaningrat dan Taman Siswa untuk Pendidikan di Indonesia

Menjadi pelajar memang berat. Harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Harus belajar untuk persiapan ujian. Belum lagi kalau ada proyek khusus yang mengharuskan untuk meneliti sesuatu di suatu tempat. Hari-hari sebagai pelajar memang bisa membuat stres.

Namun, ingat, seberat apa pun tugas yang harus dikerjakan, selagi kita punya kesempatan untuk belajar, kita harus menjalaninya dengan sungguh-sungguh sampai tuntas. Percayalah, apa yang kita pelajari sedikit banyak bisa membantu saat kelak bekerja.

Terbukanya kesempatan bagi kita untuk belajar tidak bisa dipisahkan dari jasa Bapak Pendidikan Indonesia Soewardi Soeryaningrat. Berkat Taman Siswanya, pendidikan tidak lagi hanya untuk anak-anak bangsawan, tetapi untuk semua kalangan.

Asing dengan nama Soewardi Soeryaningrat? Bagaimana dengan Ki Hajar Dewantara? Ya, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat adalah nama asli Ki Hajar Dewantara. Ia melepaskan gelar raden dan mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara agar lebih dekat dengan rakyat.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia adalah putra dari Gusti Pangeran Haryo Soerjaningrat dan cucu dari Sri Paku Alam III.

Terlahir dalam lingkungan keraton, Ki Hajar Dewantara berkesempatan mengenyam pendidikan di sekolah dasar milik Belanda bernama Europeesche Lagere School (ELS). Ia juga mendapat beasiswa di sekolah kedokteran di bernama School Fit Opleiding van Indische Artsen (STOVIA).

Sebelum berjuang dalam bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara terlebih dahulu berkarir sebagai wartawan di beberapa surat kabar, seperti De Express, Midden Java, Sedyotomo, dan Tjahaja Timoer. Tulisannya yang paling terkenal sekaligus kontroversial berjudul “Als Ik een Nederlander Was”. Artinya, andai aku seorang Belanda.

Tulisan itu dimuat pada De Express pada Juli 1913 sebagai bentuk protes terhadap Belanda yang hendak merayakan 100 tahun kemerdekaannya dari Perancis. Dalam tulisan itu, Ki Hajar Dewantara mengkritik Belanda yang dengan tega menarik sumbangan dari rakyat untuk perayaan itu.

Taman Siswa

Karena tulisan itu, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Belanda. Selama hidup di pengasingan, ia banyak belajar tentang pendidikan. Usai bebas dari pengasingan, ia bertekad memajukan pendidikan di Indonesia yang diwujudkan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada Juli 1922. Berkat Taman Siswa, pendidikan bisa diakses siapa pun. Tidak lagi terbatas pada keturunan bangsawan, keturunan jelata pun berkesempatan menimba ilmu.

Terdapat lima jenjang sekolah di Taman Siswa, yakni Taman Indria (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Sekolah Pendidikan Guru/SPG). Hingga 1930, Taman Siswa memiliki ratusan cabang yang tersebar di kota-kota di Indonesia.

Pada 1932, Belanda menerapkan peraturan yang mewajibkan setiap sekolah untuk mendapat izin dari pemerintah Belanda. Jika tidak, sekolah akan dibubarkan.

Ki Hajar Dewantara tidak gentar terhadap peraturan tersebut. Ia terus menjalankan Taman Siswanya. Malah, Taman Siswa makin berkembang pesat dengan kehadiran cabang-cabang baru dan penambahan murid.

Sistem among

Lewat Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara ingin menjadikan pendidikan sebagai jalan untuk mencapai kemerdekaan. Merdeka dalam arti hidup selamat, bahagia, tertib, dan damai. Murid-murid di Taman Siswa juga dibentuk menjadi pribadi yang nasionalis, akan tetapi tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan dunia internasional.

Sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah-sekolah di bawah Perguruan Taman Siswa adalah sistem among. Dalam sistem tersebut, guru berperan sebagai pamong bagi murid-muridnya yang mengajar dengan welas asih (kasih sayang), tidak dengan perintah, paksaan, dan hukuman. Pun, guru membimbing murid agar dapat menggali dan mengembangkan minat dan bakat mereka.

Guru harus bisa menjadi teladan yang baik (ing ngarsa sing tuladha), memberi semangat (ing madya mangun karsa), dan memberi dorongan (tut wuri handayani). Diharapkan, melalui sistem among, murid bisa menjadi pribadi yang disiplin, berbudi pekerti luhur, cerdas, dan terampil.

Apa yang dilakukan Soewardi Soeryaningrat pada masa lampau melalui Taman Siswa tentu berperan penting bagi pendidikan Indonesia pada masa sekarang. Tanpa Soewardi Soeryaningrat dan Taman Siswa, mungkin, hingga saat ini, mereka yang bisa bersekolah hanyalah keturunan bangsawan dan pejabat.

Kalau para pendahulu kita saja sudah setengah mati mengupayakan kemajuan pendidikan, masakah kita tidak mau menggunakan kesempatan belajar dengan baik?

Sumber:

https://tirto.id/hari-guru-nasional-sejarah-perjuangan-ki-hajar-dewantara-emjq

https://www.sejarah.id/2017/05/ki-hajar-dewantara.html

https://blog.ruangguru.com/hari-pendidikan-nasional

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Laras
Laras

Kelahiran '95. Menetap di Surabaya. Pernah bekerja sebagai copywriter. Kini menjadi freelance content writer.

Artikel: 8

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *