Kenali Pengaruh Perangkat Digital Bagi Anak

Pada zaman sekarang perangkat digital tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maka bukan sesuatu yang asing lagi ketika kita selalu melihat orang-orang dengan perangkat digitalnya. Tetapi apapun itu jika tidak ada sistem kontrol dalam penggunaannya akan membawa berdampak buruk bagi si penggunanya.

Buruknya lagi bahwa perangkat digital sekarang ini tidak hanya dioperasikan oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak.  Penggunaan perangkat digital yang berlebihan akan membuat perkembangan otak pada anak menjadi tidak sebagai mestinya, dan jangka panjangnya akan berpengaruh pada hal lainnya seperti kesehatan dan kemampuan sosial anak. Oleh karena harus ada sistem kontrol yang ketat orang tua terhadap anak terhadap anak bahkan ada hukuman yang harus diterapkan jika anak melanggarnya.

Sumber gambar: Pixabay

Frekuensi pemakaian perangkat digital yang terlalu tinggi bisa menjadikan anak “matang semu”

Setiap hari seorang anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan diri. Saat usia puber, anak membutuhkan bimbingan orang tua karena seringkali mereka belum mampu melakukan pengendalian emosi serta dorongan dari dalam diri. Timbulnya perilaku destruktif seorang anak bisa dihindari jika orang tua, guru dan lingkungan melakukan pencegahan dengan mencoba memahami mengapa mereka bersikap demikian. Kita juga harus membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan emosional (EQ), selain kecerdasan intelektualnya (IQ). Banyak orang tua yang hanya fokus pada IQ saja. Padahal, anak mampu memahami suasana hatinya dengan baik jika memiliki EQ yang memadai.

Dengan perkembangan zaman, anak mendapat asupan gizi yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Tidak ada masalah dalam perkembangan fisik, namun masalahnya terkadang jiwanya tidak berkembang sebaik tubuhnya. Jika perkembangan fisik tidak dibarengi dengan perkembangan mental, maka anak akan tumbuh besar tanpa kematangan jiwa. Inilah yang disebut “matang semu”. Anak yang matang semu cenderung tidak tahu sopan santun, tidak memiliki rasa bersalah serta cenderung impulsif. Dalam situasi normal mereka terlihat biasa saja, namun akan terlihat berbeda saat mereka mengalami konflik dengan orang di sekitarnya. Tidak sedikit mereka yang sudah berusia dua puluh tahunan namun masih berkelakuan seperti anak usia 5-6 tahun dalam mengatasi konflik.

Ciri-ciri dari anak matang semu antara lain:

  • Mudah marah dan berkata kasar untuk hal-hal yang sepele;
  • Berbuat sesuka hati tanpa memedulikan perasaan orang disekitarnya;
  • Tidak merasa cocok dan nyaman saat bergaul dengan orang lain serta lebih senang menyendiri;
  • Suka memukul, mengganggu dan menjahati teman sebaya;
  • Tidak bisa membuat keputusan yang tepat secara moral dan mengabaikan peraturan atau tata tertib yang berlaku; dan
  • Tidak menghormati dan memedulikan perasaan orang lain.

Anak matang semu terbentuk dari kombinasi berbagai faktor, antara lain akibat terpapar perangkat digital terlalu banyak, tidak diperhatikan orang tua secara maksimal saat pertumbuhan serta tidak diajari cara mengontrol emosi. Semakin sering seorang anak terpapar perangkat digital maka semakin besar juga risikonya menjadi matang semu.

Ketergantungan pada perangkat digital bisa merenggut kesempatan anak untuk belajar dari lingkungannya

Ada banyak sebab yang memicu kecenderungan seorang anak menderita autisme. Belakangan, perangkat digital disebut sebagai penyebab utama. Seorang anak yang tidak memiliki kedekatan emosi dengan orang tua dan lingkungan karena terpapar perangkat digital sejak dini, akan lebih merasa nyaman dengan perangkatnya dari pada bersosialisasi dengan orang di sekitarnya.

Mengenalkan perangkat digital pada usia dini memengaruhi struktur serta fungsi otak, membuat perkembangan otak anak menjadi tidak sempurna dan daya kontrol melemah. Dampak buruknya makin besar pada anak-anak usia balita.Pada usia tersebut,anak memerlukan stimulasi yang sesuai dengan tumbuh kembangnya, disamping lingkungan pengasuhan dan perhatian yang cukup. Itu semua tidak bisa digantikan dengan perangkat digital.

Perangkat digital juga bisa merenggut seluruh pengalaman berharga yang seharusnya dialami seorang anak sesuai usianya. Seiring perkembangan fisiknya, anak-anak juga perlu merasakan pengalaman kejiwaan dan sosial yang harus dirasakannya secara bertahap. Inilah yang seringkali terenggut dengan hadirnya perangkat digital.

Hidup memang menjadi lebih mudah dengan kehadiran teknologi digital, tapi tingkat ketergantungan yang begitu tinggi justru akan membuat anak-anak tak bisa menikmati hidup mereka lagi. Pada kondisi ekstrem, mereka akan tergantung dengan sangat parah, seolah tidak dapat dipisahkan. Ketergantungan tersebut akan menjadikan pola pikir anak-anak mulai terpengaruh. Mental mereka juga akan rusak jika dibiarkan terlalu fokus ke sana.

Alasan kecanduan perangkat digital berbeda-beda berdasarkan jenis kelamin. Bagi anak laki-laki, game online membuat mereka merasa penuh percaya diri. Sedangkan anak perempuan lebih tergantung pada media sosial, di mana mereka cenderung ingin mengukuhkan nilai diri dan diakui identitasnya di dunia maya. Hasil penelitian Kementerian Kesehatan Gender dan Keluarga di Korea Selatan pada tahun 2013 menunjukan fakta bahwa ponsel cerdas menjadi faktor risiko yang lebih berbahaya bagi anak-anak dibandingkan dengan internet. Jumlah anak yang berisiko kecanduan ponsel cerdas tiga kali lipat lebih banyak dari pada anak yang kecanduan internet.

Stimulus dari perangkat digital dapat memberikan efek negatif pada perkembangan otak anak

Saat menggunakan perangkat digital, anak terpapar stimulus yang kuat pada indra penglihatan dan pendengarannya. Saat stimulus berlangsung dan ada penampilan baru yang menarik, setiap kali pula anak tak bisa mengalihkan perhatiannya. Akibat sering mendapat stimulus seperti itu, anak tidak akan memberikan perhatian pada permainan-permainan yang tidak bisa memberikan stimulus yang sama kuatnya. Sebagai akibatnya lama-lama otak anak akan menjadi “otak popcorn” (popcorn brain). Ini adalah kondisi otak yang terbiasa dengan layar perangkat digital yang senantiasa memberikan stimulus kuat sehingga otak seperti pop corn yang meletup-letup saat matang.

Anak akan mencari hal-hal yang semakin lama semakin brutal, impulsif, cepat dan menarik. Semakin sering anak terpapar perangkat digital, kemungkinan besar mereka semakin sulit dalam melalui perkembangan emosi, konsentrasi serta daya pikir. Karena itu, beri kesempatan bagi anak untuk merangsang berbagai macam sensor motorik lewat pengalaman nyata. Lebih penting lagi, fasilitasi mereka untuk menjalin ikatan emosional dengan orang tuanya.

Pengaruh negatif perangkat digital terhadap perkembangan otak anak-anak telah dibuktikan pula secara ilmiah. Hal tersebut telah diungkapkan pertama kali oleh saluran CNN Amerika Serikat pada 23 Juni 2011. Disebutkan bahwa jika seorang anak terbiasa melakukan banyak hal sekaligus di perangkat digitalnya (multitasking), struktur otak cenderung tidak bisa beradaptasi dengan dunia nyata.

Multitasking membuat perkembangan daya konsentrasi anak juga terhambat sehingga tidak dapat menyerap pelajaran dengan baik. Padahal, daya konsentrasi anak mulai berkembang sejak usia tujuh tahun. Sedangkan pada usia 9-10 tahun, kemampuan berpikir abstrak menjadi standar kemampuan belajar dan kematangan anak, sementara perangkat digital justru membuat kemampuan berpikir abstrak anak tidak berkembang.

Kecanduan anak pada perangkat digital bisa disebabkan karena berbagai faktor

Sikap tiap anak dalam menghadapi perangkat digital sebenarnya tidak sama. Ada anak yang sangat menyukai perangkat digital, ada juga yang menanggapinya dengan biasa saja. Karena itu, pengaruh perangkat digital terhadap anak-anak cukup bervariasi. Kepribadian anak yang berbeda memiliki kerentanan yang berbeda pula terhadap perangkat digital. Anak-anak yang rentan terhadap pengaruh perangkat digital adalah anak yang:

  • pertama, memiliki emosi negatif;
  • kedua, senang menyendiri; dan
  • tiga, mudah terdistraksi dan impulsif.

Efek negatif perangkat digital kepada anak juga bisa terjadi secara tidak langsung. Sering melihat seorang ibu yang begitu sibuk dengan perangkat digitalnya? Ia sibuk dengan telepon cerdasnya sementara sang anak dibiarkan bermain sendiri di taman. Hal ini merupakan salah satu contoh bagaimana perangkat digital bisa merusak hubungan antara ibu dan anak.

Orangtua harus menjadi teladan terlebih dahulu.Dari seorang ibu, bisa anak belajar bagaimana mengontrol emosi dan berempati. Namun jika sang ibu merupakan pecandu perangkat digital maka ia tidak bisa memberikan pengajaran pada anaknya secara optimal. Akhirnya, kemampuan berempati anak juga akan berkurang. Ia tidak bisa mengontrol emosinya sehingga menjadi anak matang semu. Lingkup pendidikan anak usia dini juga bisa terkena imbas perangkat digital.Perangkat digital memang bisa membantu meningkatkan ketertarikan seorang anak, namun hanya sebatas itu saja. Perangkat ini tidak bisa membuat anak berpikir secara mendalam mengenai topik yang disajikan.

Finlandia merupakan Negara dengan lingkungan pendidikan terbaik di dunia. Tapi justru di sana pengajaran huruf dan angka ditingkat prasekolah dilarang. Hal terpenting adalah melatih daya konsentrasi serta kreativitasnya. Semakin anak merasa puas dan bahagia semakin mereka menjauh dari perangkat digital. Anak-anak yang merasa gelisah, depresi dan tidak puaslah yang cenderung mencari kesenangan melalui perangkat digital.

Digital parenting dibutuhkan untuk melindungi anak dari pengaruh negatif teknologi digital

Dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh sehat dan cerdas. Tentunya pola asuh harus sesuai dengan kepribadian, kepekaan, dan bakat anak. Karena itu, terkait dengan antisipasi dampak negatif perangkat digital, anak-anak juga memerlukan pola asuh yang disesuaikan dengan kebiasaan mereka. Inilah yang disebut digital parenting.

Hal utama dalam digital parenting adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak mengenai hal-hal yang boleh dilakukan serta mana yang tidak boleh dilakukan saat menggunakan perangkat digital. Jika orang tua mau menerapkan pengaturan penggunaan perangkat digital, efek sampingnya akan bisa diminimalisir. Memang tidak bisa mengelak dari keberadaan perangkat digital, yang harus dilakukan adalah menggunakannya secara bijaksana. Penerapan digital parenting harus dilakukan begitu anak menerima perangkat tersebut. Buat kesepakatan terlebih dahulu baru berikan perangkat pada anak.

Pendekatan digital parenting berbeda-beda sesuai usia anak. Dengan kata lain, diperlukan penyesuaian karenaanak-anakmemiliki karakteristik dan perkembangan yang berbeda berdasarkan usia mereka. Ada tujuh prinsip digital parenting yang harus diketahui oleh orang tua bijak. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

  • Yang terpenting bukan”apa” jenisnya, melainkan “kapan” perlu memberikannya;
  • Kualitas lebih penting daripada kuantitas;
  • Menentukan sanksi ketika anak melanggar janjinya;
  • Menjelaskan alasan ditetapkannya peraturan dalam penggunaan perangkat digital;
  • Berbagi pengalaman tentang perangkat digital dengan anak;
  • Melibatkan seluruh anggota keluarga; dan
  • Meminta bantuan psikiater jika orang tua tidak bisa mengatasinya.

Ingatlah, jangan sampai anak balita kita mengenal perangkat digital, apa pun alasannya. Perkembangan otaknya akan menjadi tidak proporsional sehingga bisa berdampak buruk. Oleh karena itu lebih baik untuk diarahkan pada aktivitas yang memicu perkembangan seluruh panca indranya secara aktif. Anak-anak harus tumbuh serta mempelajari segala hal dari dunia nyata, perangkat digital justru mengacaukan proses tersebut.

Ketika anak beranjak remaja, maka anak harus diarahkan agar mampu bertanggung jawab pada penggunaan perangkat digital. Pada tahapan ini, sekedar memberikan perintah dan larangan tidaklah cukup. Berdiskusi untuk membuat kesepakatan dengan anak sehingga ia mau menerima persyaratan yang dibuat. Orang tua harus berhenti mendewakan penggunaan perangkat digital. Perlu untuk mengenali perangkat sebelum membiarkan anak menggunakannya. Sesekali harus ada hari dimana tidak ada penggunaan perangkat sama sekali dan mengisinya dengan aktivitas bersama keluarga.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Eko Pardiyanto
Eko Pardiyanto

Seorang guru, content creator dan penulis lepas

Artikel: 23

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 61 = 68