Di era yang dibanjiri dengan begitu banyak informasi, fokus menjadi sesuatu yang sulit dimiliki. Padahal, fokus dapat meningkatkan kemampuan dan produktivitas seseorang. Kemampuan fokus ini dipengaruhi oleh otak. Otak itu seperti otot, harus dilatih untuk dapat berkonsentrasi dengan baik dan menjadi lebih produktif di era sekarang ini. Secara garis besar fokus terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu kesadaran pada diri sendiri (inner focus), kesadaran pada orang lain (other focus) dan kesadaran pada kondisi eksternal (outer focus).
Ilustrasi diambil dari HBC
Perlu memahami bagaimana otak bekerja—secara sadar maupun tidak sadar—supaya dapat meningkatkan fokus
Orang bisa belajar dengan paling baik ketika perhatian dipusatkan pada apa yang sedang dipelajari. Jika pikiran ke mana-mana, otak akan “mengocehkan” hal-hal yang tidak berkaitan dengan apa yang sedang dipelajari. Akibatnya, tidak dapat mengingat pelajaran dengan jelas. Karena itulah atensi selektif—atau konsentrasi—sangat penting.
Secara umum, terdapat dua bentuk pengalih perhatian, yaitu sensoris, yang mudah dilihat, dan emosional, yang tidak terlihat tapi lebih sulit untuk diatasi. Gangguan atensi yang bersifat sensoris contohnya adalah suara, aroma, rasa, warna dan sebagainya. Sedangkan ganggungan atensi yang bersifat emosional terkait dengan gejolak emosi yang mengganggu pikiran, misalnya kecemasan, keingintahuan, ketakutan, dan sebagainya. Penarik perhatian yang bersifat emosional ini biasanya lebih intimidatif dan sulit diatasi dibandingkan penarik perhatian yang bersifat sensoris. Mereka yang relatif kebal terhadap gejolak emosi dan tidak mudah terganggu emosinya akan lebih mampu berkonsentrasi.
Pikiran manusia sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pikiran bottom-up dan pikiran top-down. Pikiran bottom-up beroperasi dengan sangat cepat karena selalu menyala dan bekerja di luar kesadaran (otomatis). Pikiran ini bersifat intuitif, impulsif, dan didorong oleh emosi. Pikiran bottom-up ini menjadi eksekutor bagi rutinitas dan kebiasaan orang. Sedangkan pikiran top-down bekerja secara sadar dan lebih lamban karena harus diupayakan. Pikiran ini menjadi pusat kendali diri, yang terkadang bisa mengalahkan kendali otomatis.
Atensi dipengaruhi oleh dua pikiran ini. Atensi yang bersifat top-down digerakkan secara sadar oleh kehendak dan pilihan yang dibuat; sedangkan atensi yang bersifat bottom-up digerakkan oleh refleks, impuls, dan kebiasaan rutin. Meski tampaknya pikiran top-down dapat memegang kendali dalam pikiran manusia, sebenarnya pikiran bottom-up seringkali lebih dominan. Pikiran bottom-up menjadi kuat karena menghemat energi yang dikeluarkan otak. Hal-hal baru yang dipelajari dan dilakukan secara sadar (top-down), lama kelamaan akan menjadi kebiasaan dan rutinitas (bottom-up). Itulah kenapa saat ketika berusaha terlalu keras untuk sesuatu, seringkali justru gagal.
Contohnya, saat seorang atlet berusaha untuk menang dengan mengingat semua teknik yang ia pelajari, ia justru gagal karena badannya yang sudah terlatih untuk melakukan teknik-teknik tersebut justru terganggu dengan pikirannya. Intinya, atensi yang berlebihan justru menyusutkan kendali mental. Saat merasa tertekan, kita justru cenderung untuk melupakan banyak hal. Saat ditekan untuk tidak melakukan atau mengatakan sesuatu, justru kita cenderung untuk melakukan atau mengatakan apa yang dilarang.
Jadi, sangat perlu untuk menyeimbangkan antara pikiran bottom-up dan top-down. Saat terlalu condong pada pikiran bottom-up, hidup menjadi otomatis dan banyak tindakan yang dilakukan secara tidak sadar. Oleh karena itu, perlu dilibatkan secara aktif pikiran top-down untuk meningkatkan atensi, dan memilih untuk mengabaikan berbagai gangguan sensoris maupun emosional.
Kesadaran diri sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas
Kesadaran diri atau fokus internal merupakan kunci pertama untuk meningkatkan produktivitas diri. Ketepatan dalam menguraikan petunjuk-petunjuk internal dari batin memegang peranan penting dalam membentuk konsentrasi. Radar internal itu menjadi kunci pengelolaan terhadap apa yang dilakukan dan tidak dilakukan.
Setiap orang mengenal intuisi, atau suara batin. Intuisi adalah pesan dari pikiran bottom-up yang menyederhanakan keputusan hidup dengan memandu ke pilihan yang lebih cerdas. Saat mengambil keputusan, seringkali kita merasakan adanya suatu ‘ganjalan’. ‘Ganjalan’ ini dinamakan penanda somatis, yaitu suatu sensasi yang dirasakan apabila merasa suatu pilihan benar atau salah.
Berbicara tentang kesadaran diri, kita juga harus dapat memandang diri sebagaimana orang lain melihat kita. Makna diri kita timbul dari interaksi sosial dan terlihat dari bagaimana orang lain melihatnya. Ada dua jenis atensi yang perlu disadari ada di dalam diri kita. Pertama, atensi selektif yang membuat fokus pada satu target dan mengabaikan sisanya. Dan kedua, atensi terbuka yang membuat kita bisa menyerap informasi secara luas dan memperhatikan petunjuk-petunjuk samar yang ada. Kita harus menjaga agar tidak terlalu ekstrem ke satu sisi, karena kondisi demikian akan membuat menjadi tidak mawas diri.
Kesadaran sosial memiliki peranan penting untuk meningkatkan produktivitas
Beberapa orang memiliki kepekaan sosial dan jeli mengenali sinyal emosi yang terlihat samar dari orang lain. Kemampuan ini akan membantu dalam bersosialisasi karena menjadi tahu kapan harus menunjukkan kegembiraan, kapan harus menghibur, kapan harus membiarkan orang lain sendiri dan sebagainya. Hal ini dinamakan empati. Empati dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan.
Pertama empati kognitif, yaitu kemampuan untuk membaca sinyal-sinyal emosional orang lain. Hal ini memungkinkan kita mengambil perspektif orang lain dan memahami kondisi mental mereka. Orang yang memiliki emosi kognitif yang baik dapat mengelola emosi dirinya sendiri bersamaan dengan saat ia mengevaluasi orang lain. Kemampuan ini bisa menjadi suatu proses mental yang bersifat top-down. Empati kognitif akan meningkat dengan adanya sifat ingin tahu. Kecenderungan untuk belajar dari semua orang akan meningkatkan kemampuan kita memahami orang lain. Empati kognitif ini mulai berkembang antara umur dua hingga lima tahun dan terus tumbuh hingga sepanjang usia remaja.
Tingkatan kedua adalah empati emosional, yaitu saat kita telah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, baik berupa kebahagiaan maupun kesedihan. Munculnya perasaan yang sama ini umumnya terjadi dalam pikiran bottom-up yang bekerja secara otomatis. Pikiran bawah sadar memunculkan kondisi emosional yang ditangkap dari orang lain di dalam tubuh sendiri. Bayi dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain karena memang empati emosional mulai berkembang sejak dini. Empati emosional ini bergantung pada otot atensi, dimana kita dapat meningkatkan kepekaan terhadap perasaan orang lain dengan cara memperhatikan isyarat wajah, suara dan sinyal emosi lainnya.
Tingkatan ketiga adalah kepedulian empatik, yaitu perasaan peduli terhadap orang lain yang mampu menggerakkan untuk membantu mereka apabila diperlukan. Empati kognitif dan empati emosional tidak selalu berakhir dengan keinginan untuk membantu atau simpati, sedangkan kepedulian empatik bisa menggerakkan lebih jauh lagi.
Kepedulian empatik bekerja dalam dua tahapan, yaitu munculnya perasaan tak nyaman karena kondisi orang lain, dan pikiran untuk mempertimbangkan sebesar apa menghargai kepentingan orang lain. Dalam proses tersebut, pikiran bottom up menghasilkan kepedulian di dalam otak, sedangkan pikiran top down akan mengevaluasi perlu tidaknya bantuan diberikan. Ada kalanya, fokus terserap pada diri sendiri. Pada saat itulah kepedulian empatik akan turun. Fokus terhadap konteks sosial membantu untuk memahami petunjuk sosial yang ada dan pada akhirnya memandu dalam bersikap. Kemampuan tersebut pada jangka panjang akan membantu untuk bisa mengelola hubungan dengan orang lain.
Kesadaran akan kondisi sekitar ternyata juga dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas
Data dalam jumlah besar belum tentu berguna apabila tidak ada pengetahuan yang diperoleh darinya. Data menjadi berguna atau tidak bergantung pada pengelolanya. Saat membaca data, otak akan mendeteksi pola. Seperangkat pola yang terpadu dan bersifat teratur dinamakan sistem. Secara alami, otak memiliki kecenderungan untuk berusaha memahami suatu pola/sistem. Namun demikian, dibandingkan dengan kesadaran diri dan kesadaran terhadap sesama, kesadaran terhadap sistem ini perlu diupayakan dan dipelajari sebelum dapat timbul secara alami.
Berbagai sistem yang ada di dunia pada awalnya tidak terlihat di otak kita. Kita belum memiliki persepsi langsung mengenai keberadaan berbagai sistem yang dapat memengaruhi kehidupan. Saat ini, kita dapat menggunakan berbagai alat bantu buatan untuk membantu dalam memahami pola dan sistem, tidak lagi bergantung pada kepekaan personal terhadap kondisi alam sekitar.
Tradisi merupakan suatu bentuk pemahaman akan sistem yang diturunkan secara turun temurun. Orang jaman dahulu memetakan berbagai pola dan sistem yang ada dan menghasilkan upaya untuk bertahan dalam ekosistem yang ada. Pemahaman akan jenis-jenis makanan yang bergizi dan beracun, bagaimana cara beternak dan sebagainya dipahami melalui suatu proses belajar.
Dunia yang semakin kompleks dan banjir informasi, seringkali membuat kesulitan dalam melihat sistem dan terjebak dalam kekacauan. Adanya titik buta di otak manusia semakin memperburuk kekacauan informasi yang diterima. Otak kita dapat menangkap informasi yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup, namun seringkali tidak dapat mendeteksi ancaman yang ada. Ada kecenderungan untuk tidak peduli terhadap ancaman-ancaman yang muncul. Jadi, yang perlu dilakukan untuk dapat bertahan dan sukses adalah fokus pada sejumlah pola penting yang bisa dikelola, sedangkan sisanya dapat diabaikan. Oleh karena itu perlu untuk meningkatkan kemampuan untuk menyederhanakan kompleksitas yang ada sehingga pengambilan keputusan bisa dilakukan lebih efektif dan efisien.
Latihan diperlukan untuk meningkatkan fokus
Yang membedakan pemain amatir dan pemain profesional terletak pada bagaimana cara mereka berlatih. Melatih suatu keahlian pada dasarnya memerlukan fokus top down. Namun, setelah latihan yang berulang, keahlian tersebut akan muncul menjadi pikiran bottom up yang sudah menjadi rutinitas. Titik inilah yang membedakan antara amatir dan profesional. Pemain amatir akan berpuas diri dan menjadikan latihan sebagai fokus bottom-up yang otomatis, berbeda dengan pemain profesional yang akan terus menggunakan fokus top down-nya untuk memperbaiki tekniknya serta menganalisa kesalahan yang ada.
Latihan yang baik tidak ditentukan pada lamanya jam latihan tapi seberapa optimal dalam mempertahankan konsentrasi dan kesadaran untuk terus melakukan perbaikan. Tidak hanya untuk membangun keahlian saja, kesadaran juga penting dalam mendukung pekerjaan sehari-hari. Saat ini, semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya kesadaran dalam bekerja. Ketidaksadaran saat ini telah dianggap sebagai salah satu pemborosan di tempat kerja. Latihan kesadaran diperlukan untuk meningkatkan kemampuan agar tidak reaktif maupun emosional. Oleh karena itu perlu berlatih untuk memusatkan fokus pada yang ada di hadapan dan mencegah diri larut dalam alur pikiran yang berkelana ke mana-mana.